Jumat, 24 Juni 2016

ESAI CERPEN PEREMPUAN DI KAMAR SEBELAH KARYA CHAIRIL GIBRAN RAMADHAN



Chairil Gibran Ramadhan lahir di Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Ia seorang esais, editor, dan pembicara pada ajang sastra dan budaya, radio dan televise, serta FIB-UI. Dia juga membuat cerpen antalogi yang merupakan potret kehidupan perempuan Indonesia dengan segala dinamikanya. Pada cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” ini ditulis dengan rasa empati pada para perempuan, serta mengandung nilai-nilai kehidupan.
            Dalam kumpulan cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah.” Chairil menggambarkan sebuah realita yang ada di Indonesia khususnya bagi para perempuan dari jaman duhulu hingga jaman sekarang. Ini bisa dilihat pada cerpen yang berjudul “ Mengjelang Subuh” diceritakan bagaimana seorang perempuan pada masa penjajahan yang diperlakukan sangat tidak baik, pada kutipan “aku… perempuan-perempuan muda… ditelanjangi…diperkosa…beramai-ramai…bergantian…lama”.(Chairil, 2012:19). Gaya penulisannya yang ringan, membuat pembaca dapat memahami dengan mudah makna yang terdapat pada cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah.” ini
Melihat judul dan cover pada cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” yang digambarkan sebuah sepatu berhak tinggi serta beberapa tangkai bunga mawar, pembaca sudah merasa penasaran akan cerita didalamnya, pembaca mulai bisa menebak jika pada cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” ini menceritakan kisah para perempuan yang sangat bebas, hidup mewah, jauh dari kata kesengsaran, dan bunga mawar menggambarkan perempuan yang cantik, harum, serta duri-duri mawar itu menggambarkan bagaimana perempuan bisa menjaga dirinya dari segala godaan. Namun ternyata tebakan pembaca salah, hal itu menjadikan bahwa pada karya Chairil Gibran Ramadhan ini susah ditebak dan banyak mengandung kejutan. Salah satunya terdapat pada cerpen “Menunggu Sepi”. Pada tokoh utama digambarkan sebagai wanita cantik yang banyak dikagumi lelaki namun setelah membaca hingga selesai ternyata wanita itu adalah seorang lelaki yang berpenampilan seperti wanita.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         
Chairil Gibran Ramadhan merupakan seseorang yang sangat peka terhadap kehidupan sehingga menjadikan karyanya yaitu Cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” ini sangat bagus, Meskipun ini merupakan cerita fiksi namun terkesan nyata, setiap ceritanya selalu diselipkan sejarah zaman duhulu, dimana pada masa itu terdapat sebuah peristiwa yang sangat tragis. Hal itu tidak terlepas dari penulis itu sendiri. Chairil Gibran Ramdhan bukan saja seorang penulis tetapi ia juga sebagai wartawan dan redaktur disebuah majalah hal itulah yang mendominasi karya-karyanya yang menceritakan kejadian-kejadian nyata dikemas secara apik.  
Pada cerpen “Halte”. Terdapat pada kutipan “Neneng dan Bapaknya mati ditembak tentara ! Dor ! Dor! Dor!” si perempuan mengacung-acungkan kedua tangannya. (Chairil, 2012:32)
Pada kutipan diatas penulis menggambarkan Tragedi Tanjung Priok pada 14 September 1984, dimana tragedi itu terjadi bermula pada sebuah poster yang ditulis “Agar Wanita Memakai Pakaian Jilbab” di Mushola As-Sa’adah, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Yang menewaskan beberapa korban.
“sejak itu ibu si neneng tidak mempunyai siapa-siapa lagi.” Si perempuan menangis terisak, “ketika kecil, ibu si Neneng ditinggal mati Bapak dan Ibunya yang ditembak tentara lantaran dianggap tidak percaya Tuhan, padahal toko klontongnya milik mereka sudah diobrak-abrik dan dibakar….” (Chairil 2012:32-33).
            Pada kutipan diatas penulis menggambarkan sebuah kejadian kasus Petrus (penembak misterius), pembunuhan besar-besaran yang dilakukan secara diam-diam oleh aparat keamanan pada tahun 1983 terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai penjahat.
            Pada cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” juga mengandung sebuah sejarah. Terdapat pada kutipan “….aku tidak mau bernasib seperti jutaan orang di negeri ini yang hampir sepuluh tahun lalu dipenjara bahkan dibunuh karena dituduh sebagai komunis.” Penulis menggambarkan sebuah peristiwa pembantaian pasca pemberontakan G-30S/PKI terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai anggota dan simpatisan PKI. Dan menelan korban hingga jutaan orang.
            “….saya tidak ikut membunuh siapa-siapa. Saya tidak membunuh siapa-siapa. Demi Tuhan.” (Chairil, 2012:75)
“…. Dulu aku hanya mendengar atau membaca berita tentang seorang yang menemui ajal dipenjara akibat siksaan polisi dan tentara, macam Tjetje Tadjudin….” (Chairil, 2012:77)
            Dari kutipan diatas penulis mengambarkan pada seorang saksi perampokan dan penembakan di Jalan Tol Jagorawi yang kemudian menjadi tersangka.
            “….waktu itu kamu membuat Wulan menangis karena membuang sushi ke taman. Aku juga masih ingat saat sekolah menengah pertama kamu sangat mengangankan ada peristiwa semacam Malari lagi. dan sewaktu sekolah menengah atas, kamu pernah menolak radio merek Sony pemberian ayahmu”. (Chairil, 2012:103)
            Pada kutipan diatas terjadi sebuah peristiwa pada tanggal 15 Januari 1974. Kerusuhan berupa pengrusakan dan pembakaran terhadap barang-barang buatan Jepang yang dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat, yang bermula adanya rencana kedatangan PM Tamaka ke Indonesia.
Dari cerita atau sejarah di jaman dulu yang diberikan Chairil Gibran Ramdhan pada karyanya ini dapat menambah pengetahuan pembaca lebih banyak, penyampaian cerita yang ringan, alur yang jelas dapat mempermudah penyampaian pesan/amanat kepada pembaca. Amanat yang terkandung dalam cerpen karya Chairil Gibran Ramadhan ini bahwa perbedaan itu sangat indah jangan menjadikan perbedaan antara ras, agama, serta pemikiran dari berbagai orang adalah alasan untuk memisahkan bahkan sampai menyengsarakan orang lain. Tuhan adalah maha kuasa, bahwa setelah adanya cobaan pasti ada kebahagian. Yang menjadi nilai tambah adalah tidak banyak penulis laki-laki yang bisa memahami bagaimana rasanya menjadi perempuan, untuk itu Chairil Gibran Ramadhan adalah seorang penulis laki-laki yang jika dilihat dari karyanya pada “Perempuan di Kamar Sebelah” ini penulis sudah sangat bagus untuk memahami pikiran dan perasaan para perempuan.
Dalam karyanya penulis kurang menggambarkan tokoh-tokohnya bukan hanya dari sifat namun juga dari ciri-ciri tokoh itu sendiri, sehingga pembaca merasa sedikit bingung dalam memahami si tokoh apakah tokoh itu seorang perempuan ataukah seorang laki-laki.
Meskipun pada karya Chairil Gibran Ramdhan ini terdapat Ejaan Van Ophuijsen yang memang jarang ditemukan pada kebanyakan karya sastra. Namun penulis terlalu banyak menggunakan gaya penulisan yang sederhana dan jarang ditemu gaya-gaya bahasa. Hal ini bukan menjadi kekurangan yang terlalu signifikan namun alangkah lebih bagus jika pada penggunaan bahasanya diberikan sentuhan gaya yang khas atau bahasa yang membuat pembaca merasa lebih greget ketika membaca.
            Pada latar, yang diceritakan kebanyakan hanya pada sebuah kamar kos, dan kontrakan yang kecil saja. Dari penokohan penulis selalu menggambarkan sosok perempuan dengan kehidupannya yang terkesan rendah dimata laki-laki. Para perempuan yang ditindas, perempuan yang berpendidikan rendah, serta banyaknya perempuan yang berprofesi sebagai wanita pinggir jalan, para perempuan yang diperkosa secara paksa dan bergantian. Namun Chairil dengan menggunakan bahasa yang masih cukup sopan tidak terlalu vulgar seperti karya Djenar, namun hal itu membuat pembaca merasa sedikit jijik jika dalam setiap cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” selalu membicarakan kasus-kasus pemerkosaan yang dilakukan secara kejam. Dilihat pada salah satu kutipan dibawah ini.
            “….lalu pakaian mereka ditarik dengan kasar. Robek. Mereka ditelanjangi, lalu diperkosa secara bergantian dan terus-menerus tanpa bisa menangis.” (Chairil, 2012:190)
            “….belasan lelaki dengan tubuh tegap dan bermata merah itu mencabut bayonet milik mereka. lalu menyayat sepasang putting milik perempuan-perempuan itu....” (Chairil, 2012:190)
            Untuk lebih baiknya penulis bisa memberikan sedikit cerita yang yang menggambarkan sosok perempuan yang baik, memiliki pendidikan dan karir yang bagus, sehingga pembaca dapat lebih mengambil manfaat dari dalam cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” dimana wanita juga memiliki derajat dan hak yang sama dengan laki-laki bukan malah sebaliknya, yang terdapat pada cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” terlalu banyak menjelek-jelekan para perempuan, merendahkan, menyalahkan perempuan. Pada karya Chairil ini  perempuan hanya bisa memancing birahi para lelaki, namun pada kenyataannya perempuan juga bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan laki-laki.                                                                                                                                                                   
            Sebenarnya sebagai pembaca sendiri yang memang menyukai cerita-cerita yang berakhir bahagia kurang berminat membacanya. Namun untuk mengetahui sejarah dan cerita jaman dulu apa salahnya jika pembaca mencoba untuk membacanya. Bukan hanya penderitaan yang digambarkan namun dilihat dari sisi lainnya yaitu bagaimana seorang perempuan yang memiliki kekuatan, kesabaran, ketabahan. Kegigihan dan ketakwaan para perempuan Indonesia yang sangat luar biasa. Serta untuk para laki-laki untuk bisa menghargai perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar