Chairil Gibran Ramadhan lahir di Pondok Pinang, Jakarta Selatan.
Ia seorang esais, editor, dan pembicara pada ajang sastra dan budaya, radio dan
televise, serta FIB-UI. Dia juga membuat cerpen antalogi yang merupakan potret
kehidupan perempuan Indonesia dengan segala dinamikanya. Pada cerpen “Perempuan
di Kamar Sebelah” ini ditulis dengan rasa empati pada para perempuan, serta
mengandung nilai-nilai kehidupan.
Dalam kumpulan cerpen “Perempuan di Kamar
Sebelah.” Chairil menggambarkan sebuah realita yang ada di Indonesia khususnya
bagi para perempuan dari jaman duhulu hingga jaman sekarang. Ini bisa dilihat
pada cerpen yang berjudul “ Mengjelang Subuh” diceritakan bagaimana seorang
perempuan pada masa penjajahan yang diperlakukan sangat tidak baik, pada
kutipan “aku… perempuan-perempuan muda…
ditelanjangi…diperkosa…beramai-ramai…bergantian…lama”.(Chairil, 2012:19). Gaya penulisannya yang ringan, membuat
pembaca dapat memahami dengan mudah makna yang terdapat pada cerpen “Perempuan
di Kamar Sebelah.” ini
Melihat
judul dan cover pada cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” yang digambarkan
sebuah sepatu berhak tinggi serta beberapa tangkai bunga mawar, pembaca sudah
merasa penasaran akan cerita didalamnya, pembaca mulai bisa menebak jika pada
cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” ini menceritakan kisah para perempuan yang
sangat bebas, hidup mewah, jauh dari kata kesengsaran, dan bunga mawar
menggambarkan perempuan yang cantik, harum, serta duri-duri mawar itu
menggambarkan bagaimana perempuan bisa menjaga dirinya dari segala godaan. Namun
ternyata tebakan pembaca salah, hal itu menjadikan bahwa pada karya Chairil Gibran
Ramadhan ini susah ditebak dan banyak mengandung kejutan. Salah satunya terdapat
pada cerpen “Menunggu Sepi”. Pada tokoh utama digambarkan sebagai wanita cantik
yang banyak dikagumi lelaki namun setelah membaca hingga selesai ternyata
wanita itu adalah seorang lelaki yang berpenampilan seperti wanita.
Chairil Gibran Ramadhan merupakan
seseorang yang sangat peka terhadap kehidupan sehingga menjadikan karyanya
yaitu Cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” ini sangat bagus, Meskipun ini
merupakan cerita fiksi namun terkesan nyata, setiap ceritanya selalu diselipkan
sejarah zaman duhulu, dimana pada masa itu terdapat sebuah peristiwa yang
sangat tragis. Hal itu tidak terlepas dari penulis itu sendiri. Chairil Gibran
Ramdhan bukan saja seorang penulis tetapi ia juga sebagai wartawan dan redaktur
disebuah majalah hal itulah yang mendominasi karya-karyanya yang menceritakan
kejadian-kejadian nyata dikemas secara apik.
Pada cerpen “Halte”. Terdapat pada
kutipan “Neneng dan Bapaknya mati
ditembak tentara ! Dor ! Dor! Dor!” si perempuan mengacung-acungkan kedua
tangannya. (Chairil, 2012:32)
Pada kutipan diatas penulis menggambarkan Tragedi Tanjung
Priok pada 14 September 1984, dimana tragedi itu terjadi bermula pada sebuah
poster yang ditulis “Agar Wanita Memakai Pakaian Jilbab” di Mushola As-Sa’adah,
Tanjung Priok, Jakarta Utara. Yang menewaskan beberapa korban.
“sejak itu ibu si neneng tidak
mempunyai siapa-siapa lagi.” Si perempuan menangis terisak, “ketika kecil, ibu
si Neneng ditinggal mati Bapak dan Ibunya yang ditembak tentara lantaran
dianggap tidak percaya Tuhan, padahal toko klontongnya milik mereka sudah
diobrak-abrik dan dibakar….” (Chairil 2012:32-33).
Pada kutipan diatas penulis
menggambarkan sebuah kejadian kasus Petrus (penembak misterius), pembunuhan
besar-besaran yang dilakukan secara diam-diam oleh aparat keamanan pada tahun
1983 terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai penjahat.
Pada cerpen “Perempuan di Kamar
Sebelah” juga mengandung sebuah sejarah. Terdapat pada kutipan “….aku tidak mau bernasib seperti jutaan
orang di negeri ini yang hampir sepuluh tahun lalu dipenjara bahkan dibunuh
karena dituduh sebagai komunis.” Penulis menggambarkan sebuah peristiwa
pembantaian pasca pemberontakan G-30S/PKI terhadap orang-orang yang dicurigai
sebagai anggota dan simpatisan PKI. Dan menelan korban hingga jutaan orang.
“….saya
tidak ikut membunuh siapa-siapa. Saya tidak membunuh siapa-siapa. Demi Tuhan.”
(Chairil, 2012:75)
“…. Dulu aku hanya mendengar atau
membaca berita tentang seorang yang menemui ajal dipenjara akibat siksaan
polisi dan tentara, macam Tjetje Tadjudin….” (Chairil, 2012:77)
Dari kutipan diatas penulis
mengambarkan pada seorang saksi perampokan dan penembakan di Jalan Tol Jagorawi
yang kemudian menjadi tersangka.
“….waktu
itu kamu membuat Wulan menangis karena membuang sushi ke taman. Aku juga masih
ingat saat sekolah menengah pertama kamu sangat mengangankan ada peristiwa
semacam Malari lagi. dan sewaktu sekolah menengah atas, kamu pernah menolak
radio merek Sony pemberian ayahmu”. (Chairil, 2012:103)
Pada kutipan diatas terjadi sebuah
peristiwa pada tanggal 15 Januari 1974. Kerusuhan berupa pengrusakan dan
pembakaran terhadap barang-barang buatan Jepang yang dilakukan oleh mahasiswa
dan masyarakat, yang bermula adanya rencana kedatangan PM Tamaka ke Indonesia.
Dari
cerita atau sejarah di jaman dulu yang diberikan Chairil Gibran Ramdhan pada
karyanya ini dapat menambah pengetahuan pembaca lebih banyak, penyampaian
cerita yang ringan, alur yang jelas dapat mempermudah penyampaian pesan/amanat
kepada pembaca. Amanat yang terkandung dalam cerpen karya Chairil Gibran
Ramadhan ini bahwa perbedaan itu sangat indah jangan menjadikan perbedaan
antara ras, agama, serta pemikiran dari berbagai orang adalah alasan untuk
memisahkan bahkan sampai menyengsarakan orang lain. Tuhan adalah maha kuasa,
bahwa setelah adanya cobaan pasti ada kebahagian. Yang menjadi nilai tambah
adalah tidak banyak penulis laki-laki yang bisa memahami bagaimana rasanya
menjadi perempuan, untuk itu Chairil Gibran Ramadhan adalah seorang penulis
laki-laki yang jika dilihat dari karyanya pada “Perempuan di Kamar Sebelah” ini
penulis sudah sangat bagus untuk memahami pikiran dan perasaan para perempuan.
Dalam
karyanya penulis kurang menggambarkan tokoh-tokohnya bukan hanya dari sifat
namun juga dari ciri-ciri tokoh itu sendiri, sehingga pembaca merasa sedikit
bingung dalam memahami si tokoh apakah tokoh itu seorang perempuan ataukah
seorang laki-laki.
Meskipun
pada karya Chairil Gibran Ramdhan ini terdapat Ejaan Van Ophuijsen yang memang
jarang ditemukan pada kebanyakan karya sastra. Namun penulis terlalu banyak menggunakan
gaya penulisan yang sederhana dan jarang ditemu gaya-gaya bahasa. Hal ini bukan
menjadi kekurangan yang terlalu signifikan namun alangkah lebih bagus jika pada
penggunaan bahasanya diberikan sentuhan gaya yang khas atau bahasa yang membuat
pembaca merasa lebih greget ketika membaca.
Pada
latar, yang diceritakan kebanyakan hanya pada sebuah kamar kos, dan kontrakan
yang kecil saja. Dari penokohan penulis selalu menggambarkan sosok perempuan
dengan kehidupannya yang terkesan rendah dimata laki-laki. Para perempuan yang ditindas,
perempuan yang berpendidikan rendah, serta banyaknya perempuan yang berprofesi
sebagai wanita pinggir jalan, para perempuan yang diperkosa secara paksa dan
bergantian. Namun Chairil dengan menggunakan bahasa yang masih cukup sopan
tidak terlalu vulgar seperti karya Djenar, namun hal itu membuat pembaca merasa
sedikit jijik jika dalam setiap cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” selalu
membicarakan kasus-kasus pemerkosaan yang dilakukan secara kejam. Dilihat pada
salah satu kutipan dibawah ini.
“….lalu pakaian mereka ditarik dengan kasar.
Robek. Mereka ditelanjangi, lalu diperkosa secara bergantian dan terus-menerus
tanpa bisa menangis.” (Chairil, 2012:190)
“….belasan lelaki dengan tubuh tegap dan
bermata merah itu mencabut bayonet milik mereka. lalu menyayat sepasang putting
milik perempuan-perempuan itu....” (Chairil, 2012:190)
Untuk lebih
baiknya penulis bisa memberikan sedikit cerita yang yang menggambarkan sosok
perempuan yang baik, memiliki pendidikan dan karir yang bagus, sehingga pembaca
dapat lebih mengambil manfaat dari dalam cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah”
dimana wanita juga memiliki derajat dan hak yang sama dengan laki-laki bukan
malah sebaliknya, yang terdapat pada cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah”
terlalu banyak menjelek-jelekan para perempuan, merendahkan, menyalahkan
perempuan. Pada karya Chairil ini
perempuan hanya bisa memancing birahi para lelaki, namun pada
kenyataannya perempuan juga bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi
dengan laki-laki.
Sebenarnya
sebagai pembaca sendiri yang memang menyukai cerita-cerita yang berakhir
bahagia kurang berminat membacanya. Namun untuk mengetahui sejarah dan cerita
jaman dulu apa salahnya jika pembaca mencoba untuk membacanya. Bukan hanya
penderitaan yang digambarkan namun dilihat dari sisi lainnya yaitu bagaimana
seorang perempuan yang memiliki kekuatan, kesabaran, ketabahan. Kegigihan dan
ketakwaan para perempuan Indonesia yang sangat luar biasa. Serta untuk para
laki-laki untuk bisa menghargai perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar