TEKNIK
PENCIPTAAN ASOSIATIF PORNOGRAFI DALAM LAGU DANGDUT
MAKALAH
diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Semantik yang diampu
oleh: Drs. Agus Nasihin, M. Pd.
Oleh
:
1.
Ika Andiawati
2.
Siti Anisah
3.
Sutinih
Semester : 6 b
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS WIRALODRA
INDRAMAYU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
Pada
umumnya, segala sesuatu yang berbau pornografis selalu menarik untuk dibidik
dan dibicarakan, baik dikalangan orang dewasa, remaja ataupun anak-anak. Berkaitan
dengan hal tersebut, terdapat beberapa cara untuk pengekspresian seluruh
aktifitas yang berkaitan dengan pornografis. Misalnya, pornografi diekspresikan
dalam karya seni sastra, seni musik (desahan dalam musik dangdut), seni pahat
(relif pada candi), seni tari atau seni lukis. Selain itu, dimedia televisi pun
dapat pula disajikan iklan maupun film yang bernuansa pornografi, misalnya
iklan close up, relaxa, dan kacang garuda, film Dawson Creek, Baywatch, dan
Beferly Hills 90210.
Kenyataan
diatas mengisyarakatkan bahwa informasi tentang segala Sesuatu yang dianggap
tabu, porno, baik yang ditampilkan dalam media cetak maupun elektronik. Selain
itu, fenomena tersebut menandakan pula semakin sulit pula dalam memberikan
batasan apakah sesuatu itu porno atau tidak. Untuk itu, pornografi merupakan
bagian dari fenomena kehidupan manusia yang bersifat relative yang bergantung
pada teks dan konteksnya.
Menurut
Wijaya (2000: 2) berpendapat bahwa membicarakan masalah seksual secara terus
terang hanya diizinkan dalam rangka tujuan atau konteks situasi tertentu.
Selanjutnya, pengekpsresian asosiasi pornografi dapat ditemukan pula dalam
lagu-lagu.
Lagu
merupakan karya sastra yang indah. Selain dengan tujuan untuk menghibur, lagu
juga terkadang menyampaikan makna tersirat kepada masyarakat. Hal itu yang
menjadi nilai estetika, bahwa makna suatu lagu akan semakin indah apabila
bahasa yang digunakan mengandung unsur-unsur asosiatif dan konotatif. Tak berbeda dengan puisi, lirik lagu
menggunakan bahasa kias yang memiliki makna tersirat atau tidak sebenarnya.
Bahkan terkadang mengandung gaya bahasa, citraan ataupun yang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian makna asosiatif?
2. Bagaimana
mendeskripsikan munculnya makna asosiatif pornografis pada lagu dangdut ?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian makna asosiatif.
2. Mengetahui
munculnya makna asosiatif pornografis pada lagu dangdut.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Asosiatif
Darmodjwono
(dalam persona bahasa 2005: 115-120) membagi makna kedalam dua bagian, yaitu
makna intralingual dan makna ekstralingual. Makna intralingual terdiri dari
makna denotatif, makna referensisal atau kontekstual dan makna idiomatik. Makna
ekstralingual terdiri dari makna asosisatif, makna afektif, makna situatif, dan
makna etimologis. Dari beberapa jenis makna tersebut, peneliti hanya akan
mememaparkan makna asosiatif. Menurut Darmojowono (2005: 119) makna asosiatif
merupakan makna yang muncul dalam benak seseorang jika mendengar atau membaca
kata-kata tertentu. Asosiasi tersebut dipengaruhi oleh unsur-unsur psikis,
pengetahuan, dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, makna asosiatif sangat
berkaitan erat dengan bidang psikolinguistik.
Chaer
(2000: 72) mengungkapkan bahwa makna asosiatif adalah makna yang dimiliki oleh
sebuah kata berkenaan dengan hubungan kata itu dengan keadaan diluar bahasa.
Menurutnya, makna asosiatif tersebut sama dengan perlambangan-perlambangan yang
digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Makna
asosiatif juga berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang
berlaku dimasyarakat bahasa. Sebagai contoh, Chaer menggunakan kata melati yang
berasosiasi dengan “kesucian.” Banyaknya persamaan makna asosiatif didalam
masyarakat tersebut disebabkan oleh adanya pengalaman lingkungan, dan
latarbelakang yang sama.
B. Pengertian Pornografi
Secara
etimologis, pornografi berasal dari bahasa Yunani pome, “pelacur, dan graphein”
tulisan. Dengan demikian pornografi merupakan tulisan atau pendeskripsian
mengenai pelacuran. Disamping itu, pornografi dapat diartikan pula sebagai tulisan
atau gambar yang disajikan untuk membangkitkan maksud birahi bagi orang yang
membaca atau melihatnya. Kata sifat dari pornografi itu adalah pornografis “bersifat
porno”, sedangkan kata porno itu sendiri adalah kata sifat yang berarti “cabul”
atau “tidak senonoh”. Kata porno mempunyai cakupan pemakaian lebih luas
dibandingkan dengan kata pornografi dan pornografis.
Menurut
tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia (1995: 782), pornografis adalah
sesuatu yang bersifat pornografi. Pornografi adalah penggambaran tingkah laku
secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi;
bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan
nafsu birahi dalam seks.
Erotisme
secara etimologis berasal dari bahasa Yunani eros “perantara dunia yang
bersifat indrawi dan dunia ide”. Dalam perkembangannya, istilah erotisme secara
sempit berarti seksualitas yang bersifat jasmaniah untuk pengembangan
rangsangan-rangsangan yang menimbulkan seksualitas secara luas, istilah
erotisme berarti mencakupi segala bentuk tindakan, ucapan, pemikiran, gambaran,
pengungkapan perilaku yang simulatif dan sugetif antara pria wanita, maupun
cinta terhadap diri sendiri (autoerotic).
Menurut tim penyusun Kamus besar bahasa Indonesia (1995:269), erotisme
adalah keadaan nafsu birahi, keinganan akan nafsu seks secara terus menerus,
sedangkan erotis adalah sesuatu yang berkenaan dengan sensasi seks yang
menimbulkan rangsangan-rangsangan.
Dari
paparan diatas dapat diketahui bahwa makna erotisme lebih mengarah kepada
penggambaran perilaku, keadaan atau
suasana yang didasari oleh libido atau keinginan seksual sedangkan makna
pornografi lebih cenderung pada penekanan tindak seksual untuk membangkitkan
nafsu birahi.hal ini selaras dengan pendapat Hoed (1994:3) bahwa erotisme tidak
mempunyai makna dasar “cabul”, sebaliknya pornografi mempunyai makna dasar.”cabul”,
“tidak senonoh”, dan “kotor”.
C.
Metafora
Metafora
menurut Moeliono (2008:580) yaitu pemakaian kata atau kelompok kata bukan
dengan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan yang mendasarkan
persamaan atau perbandingan. Pengertian menurut Harimurti kridalaksana
(2003:106) adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep
lain berdasarkan kias atau persamaan. Ullman (1972:203) berpendapat bahwa
metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain
berdasarkan kias atau persamaan.
Metafora, mengandung unsur-unsur yang kadang-kadang tidak disebutkan
secara eksplisit. Definisi metafora menurut Beekman dan Callow(1974) adalah
suatu perbandingan yang implisit. Metafora disebutkan oleh Pradopo (1994:66)
merupakan bentuk perbandingan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang
singkat.
Gaya
metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Metafora
sebagai pembanding langsung tidak menggunakan kata-kata seperti dan lain-lain,
sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Salah satu
unsur yang dibandingkan, yaitu citra, memiliki sejumlah komponen makna dan
biasanya hanya satu dari komponen makna tersebut yang relevan dan juga dimiliki
oleh unsur kedua, yaitu topik.
Lebih
lanjut, Beekman dan Callow menjelaskan bahwa metafora terdiri atas tiga bagian,
yaitu (a) topic, yaitu benda atau hal yang dibicarakan; (b) citra, yaitu bagian
metaforis dari majas tersebut yang digunakan untuk mendeskripsikan topik dalam
rangka perbandingan; (c) titik kemiripan, yaitu bagian yang memperlihatkan
persamaan antara topik dan citra. Ketiga bagian yang menyusun metafora tersebut
tidak selalu disebutkan secara eksplisit. Adakalanya, salah satu dari ketiga
bagian itu, yaitu topik, sebagian dari citra, atau titik kemiripannya implisit,
seperti yang terlihat dalam contoh.
He
is also Baldwin’s legal eagle ‘ Dia juga elang dalam urusan hukum Baldwin’.
Topik metafora pada contoh di atas adalah he ‘dia’, sedangkan citranya adalah
eagle ‘elang’. Akan tetapi, titik kemiripan yang menunjukkan dalam hal apa he
‘dia’ dan eagle ‘elang’ tidak disebutkan secara eksplisit. Untuk mengetahui
titik kemiripan ini diperlukan pengetahuan tentang konteks tempat metafora
tersebut terdapat, pemahaman terhadap makna simbol ‘elang’ dalam masyarakat dan
unsur implisit lainnya.
Keraf
menyebut metafora termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Gaya ini pertama-tama
dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan
sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan
kesamaan antara kedua hal tersebut. Perbandingan sebenarnya mengandung dua
pengertian yaitu perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa polos atau
langsung seperti “Dia sama pintar dengan kakaknya.” Sedangkan bentuk yang satu
lagi adalah perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan, seperti
“Matanya seperti bintang timur”.
Berdasarkan
contoh tersebut dapat dilihat perbedaan antara gaya bahasa langsung dan gaya
bahasa kiasan. Keraf (1994:136) mengatakan bahwa perbandingan biasa atau
langsung mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas kata yang sama,
sedangkan perbandingan berupa gaya bahasa kiasan mencakup dua hal yang termasuk
dalam kelas kata yang berlainan.
Keraf
(1994:137) mengatakan bahwa untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu
merupakan bahasa kiasan atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut:
1.
Tetapkanlah terlebih dahulu kelas kedua hal yang diperbandingkan.
2.
Perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut.
3.
Perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu ditemukan.
Jika
tak ada kesamaan maka perbandingan itu adalah bahasa kiasan.
Aristotees
mempergunakan kata analogi dengan pengertian kuantitatif maupun kualitatif.
Dalam pengertian kuantitatif, analogi diartikan sebagai kemiripan atau relasi
idenstitas antara dua pasangan istilah berdasarkan sejumlah besar ciri yang
sama. Sedangkan, dalam pengertian kualitatif, analogi menyatakan kemiripan
hubungan sifat antara dua perangkat istilah. Dalam arti yang lebih luas ini,
analogi lalu berkembang menjadi bahasa kiasan. Metafora menurut Keraf
(1992:137) merupakan analogi kualitatif.
Kata
manis dalam frasa ”lagu yang manis” adalah suatu ringkasan dari analogi yang
berbunyi:”Lagu ini merangsang telinga” dengan cara yang sama menyenangkan
seperti manisan merangsang alat perasa. Ungkapan ibu pertiwi mengandung pula
analogi yang berarti: hubungan antara tanah air dengan rakyatnya sama seperti
hubungan seorang ibu dengan anak-anaknya. Analogi kualitatif ini juga dipakai untuk
menciptakan istilah baru dengan mempergunakan organ-organ manusia atau organ
binatang. Misalnya kapal laut berlayar
di laut maka kapal terbang berlayar di udara.
Metafora
disebutkan oleh Keraf (1992:139) merupakan semacam analogi yang membandingkan
dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat: bunga bangsa, buaya
darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya. Sebagai bentuk perbandingan
langsung, metafora tidak mempergunkan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan
sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua.
Bila
dalam sebuah metafora, kita masih dapat menentukan makna dasar dari konotasinya
sekarang, maka metafora itu masih hidup. Tetapi kalau kita tidak dapat
menentukan konotasinya lagi, maka
metafora itu sudah mati.
a.
Pembagian
Metafora
Metafora
berdasarkan kemungkinan makna konotasinya menurut pradopo:
1)
Metafora
Mati
Metafora
yang sudah tidak dapat ditentukan makna konotasinya.
Contoh
:
kaki
meja, kaki gunung, lengan meja, mulut goa itu sangat sempit, ujung jarum itu
sangat tajam, mereka berfoto-foto dikaki bukit.
2)
Metafora
Hidup
Metafora
yang masih diikat konotasinya.
Contoh
:
perahu
itu menggergaji ombak, mobilnya batuk-batuk sejak pagi tadi, pemuda-pemudi
adalah bunga bangsa.
Kata-kata
menggergaji, batuk-batuk, bunga dan bangsa masih hidup dengan arti aslinya.
Oleh sebab itu, penyimpangan makna seperti terdapat dalam kalimat-kalimat di
atas merupakan metafora hidup. Namun, proses penyimpangan semacam itu pada saat
dapat membawa pengaruh lebih lanjut dalam perubahan makna kata. Menurut Keraf
kebanyakan perubahan makna kata mula-mula karena metafora.
Senada
dengan Beekman dan Callow, Parera (2004:119) mengatakan salah satu unsur
metafora adalah kemiripan dan kesamaan tanggapan pancaindra. Struktur metafora
utama yang utama ialah (1) topik yang dibicarakan; (2) citra atau topik kedua;
(3) titik kemiripan atau kesamaan. Hubungan antara topik atau citra dapat
bersifat objektif dan emotif.
Menurut
Ulmann (1977) dan Parera (2004:119) dibedakan atas empat kelompok, yakni :
1.
Metafora
Bercitra Antropomorfik
Metafora
bercitra antropomorfik merupakan satu gejala semesta. Para pemakai bahasa ingin
membandingkan kemiripan pengalaman dengan apa yang terdapat pada dirinya atau
tubuh mereka sendiri. Metafora antropomorfik dalam banyak bahasa dapat
dicontohkan dengan mulut botol, jantung kota, bahu jalan, tali pusar, punggung
bukit dan lain-lain.
Contoh
:
a. Ali
menjadi tulang punggung keluarga.
b. Budi
menjadi kali tangan mereka.
c. Ibu
membawa buah tangan setelah pulang dari liburannya di Bali.
d. Sudah
sekian lama pasangan itu menantikan hadirnya si buah hati.
e. Air
mata buayamu itu tidak akan meluluhkan hati ini.
f. Sudah
lama aku tidak menemukan belahan jiwaku ini.
g. Si
muka tembok itu selalu berbuat onar.
h. Dika
bertemu dengan tulang rusuknya, kemudian mereka berdua menikah.
i.
Janganlah menebang paru – paru dunia,
apalagi menghabiskannya.
2.
Metafora Bercitra Hewan
Metafora
bercitra hewan, biasanya digunakan oleh pemakai bahasa untuk menggambarkan satu
kondisi atau kenyataan di alam sesuai pengalaman pemakai bahasa. Metafora
dengan unsur binatang cenderung dikenakan pada tanaman, misalnya kumis kucing,
lidah buaya, kuping gajah. Contoh:
a. Sijago
merah melahap lima bangunan rumah.
b. Ia
menjadi seorang lintah darat yang terkenal.
c. Kakaknya
terpaksa menjadi kupu-kupu malam.
d. Tikus-tikus
kantor tak henti-hentinya merugikan negara.
e. Lia
dipermainkan oleh buaya darat.
f. Anak
nakal itu mati kutu ketika dimarahi.
Metafora
dengan unsur binatang juga dikenakan pada manusia dengan citra humor, ironi,
peyoratif, atau citra konotasi yang luar biasa, misalnya, fable dalam Fabel MMM
yang dikutip oleh Parera terdapat nama-nama seperti Mr. Badak bin Badak,
Profesor Keledai, dan terdapat pula Majelis Pemerintah Rimba (MPR), dan
lain-lain.
Dalam
metafora bercitra hewan diungkapkan oleh Parera (2004:120) bahwa manusia
disamakan dengan sejumlah takterbatas binatang misalnya dengan anjing, babi,
kerbau, singa, buaya, dst sehingga dalam bahasa Indonesia kita mengenal
peribahasa “Seperti kerbau dicocok hidung”, ungkapan “buaya darat”, dan
ungkapan makian ”anjing, lu”, dan
seterusnya.
3.
Metafora
Bercitra Sinaestetik Atau Pertukaran Tanggapan/Persepsi Indra
Metafora
bercitra sinaestetik, merupakan salah satu tipe metafora berdasarkan pengalihan
indra, pengalihan dari satu indra ke indra yang lain. Dalam ungkapan
sehari-hari orang sering mendengar ungkapan “enak didengar” untuk musik
walaupun makna enak selalu dikatkan dengan indra rasa; “sedap dipandang mata”
merupakan pengalihan dari indra rasa ke indra lihat. Contoh :
a. Pahit
getirnya kehidupan. (Indra perasa)
b. Kata-katanya
sangat manis. (Indra perasa)
c. Suaranya
halus. (Indra peraba)
d. Suaranya
lembut (Indra peraba)
4.
Metafora
Bercitra Abstrak ke Konkret
Metafora
bercitra abstrak ke konkret, adalah mengalihkan ungkapan-ungkapan yang abstrak
ke ungkapan yang lebih konkret. Seringkali pengalihan ungkapan itu masih
bersifat transparan tetapi dalam beberapa kasus penelusuran etimologi perlu
dipertimbangkan untuk memenuhi metafora tertentu. Dicontohkan oleh Parera,
secepat kilat ‘satu kecepatan yang luar biasa’, moncong senjata ‘ujung
senjata’, dan lain-lain. Contoh :
a. Didit
selalu menjadi bintang kelas.
b. Si
bintang lapangan itu menjadi pemain terbaik di pertandingan semalam.
c. Andi
tidak pernah dimarahi oleh bapaknya karena dia adalah anak emas di keluarganya.
d. Raja
siang telah terbit di pagi yang indah.
e. Raja
hutan mengaum dengan lantang dipagi hari.
f. Peserta
lomba lari itu berlari secepat kilat untuk mendapatkan juara.
D.
Eufemisme
Sebagai gaya
bahasa, eufemisme adalah
semacam acuan berupa
ungkapan-ungkapan yang tidak
menyinggung perasaan orang,
atau ungkapan-ungkapan yang halus
untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina,
menyinggung perasaan orang
atau menyugestikan sesuatu
yang tidak menyenangkan (Keraf,
1990:132).
Eufemisme adalah upaya
menampilkan bentuk-bentuk kata
yang dianggap memiliki makna yang
lebih halus atau lebih sopan untuk menggantikan kata-kata yang telah biasa dan
dianggap kasar (Chaer, 2010:87).
Secara etimologi
kata eufemisme berasal
dari bahasa Yunani
euphemizein yang berarti “berbicara
dengan kata-kata yang jelas dan wajar” yang diturunkan dari eu “baik” dan
phanai “berbicara”. Jadi secara
singkat eufemisme berarti “pandai berbicara; berbicara
baik” (Dale (et al) dalam
Tarigan, 1990:143). Eufemisme ialah ugkapan yang lebih halus
sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau
yang tidak menyenangkan.
Dalam kehidupan
sehari-hari, sering kita dapat kenyataan bahwa makna kata tetap
dipertahankan meskipun lambangnya
diganti. Maksud pergantian
lambang tersebut, yakni ingin melemahkan makna agar orang yang dikenai
kegiatan tidak tersinggung. Dengan jalan
melemahkan makna, pergeseran
makna terjadi pada kata-kata (frase) bahasa Indonesia yang
disebut eufemisme (melemahkan makna).
Caranya dapat
dengan mengganti simbolnya (kata, frase)
dengan yang baru dan maknanya bergeser,
biasanya terjadi bagi
kata-kata yang dianggap
memiliki makna yang menyinggung
perasaan orang yang
mengalaminya (Djajasudarma,
1993:78). Eufemisme terjadi pada kata-kata atau frase yang
bermakna terlalu menyinggung perasaan
orang yang mengalaminya.
Dikatakan pergeseran makna
bukan pembatasan makna, karena dengan penggantian lambang (simbol) makna
semula masih berkaitan erat
tetapi ada makna
tambahan (eufemisme) mengahaluskan (pertimbangan akibat
psikologi bagi kawan
bicara atau orang
yang mengalami makna yang
diungkapkan kata atau
frase yang disebutkan) (Djajasudarma, 1993:79).
BAB III
METODE DAN SUMBER PENELITIAN
A.
Metode
Melakukan
penelitian, berarti peneliti harus melakukan tiga tahapan yakni menyediakan
data, menganalisis data dan menyajikan hasil analisis data. Dalam menyediakan
data, peneliti harus mengupayakan data yang diperoleh cukup untuk penelitian.
Data yang dimaksud adalah fenomena munculnya makna asosiatif pornografi yang
mencangkup masalah yang akan dikaji. Upaya penyediaan data itu, semata-mata
untuk dan demi kepentingan analisis (Sudaryanto 1993:5-6). Setelah penyediaan
data, maka peneliti mulai menganalisis data tersebut. Tahapan ini merupakan
tahapan yang paling penting dan sentral. Karena proses ini sangat krusial dan
harus benar-benar dilakukan dengan baik dan relevan. Metode yang digunakan
adalah metode kualitatif analisis deskriptif. Adapun tujuan dari metode penelitian
deskriptif ini untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena,
variable dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan
apa yang sebenarnya terjadi. Dalam penelitian ini yang menjadi objek kajian
adalah lagu-lagu dangdut yang memiliki makna asosiatif pornografinya,
diantaranya : lagu Belah Duren - Julia Perez, Wanita Lubang Buaya - Minawati Dewi,
Jupe Paling Suka 69 –
Julia Perez, Cucak Rowo – Didi Kempot, Keong Racun- Putri
Penelope, Kucing Garong- Denada, Wedus- Wiwik Sagita, Cinta Satu Malam-
Melinda, Hamil Duluan- Tuty Wibowo, Mucikari- Rimba Mustika.
Penelitian
ini diharapkan untuk dapat memperoleh manfaat secara teoritis dan secara
praktis. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan teori
linguistik dalam hal berikut ini : Pertama,
dengan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh sebagian deskripsi tentang
teknik dan fungsi asosiasi pornografi dalam lagu. Kedua, teknik penelitian ini dapat menyajikan salah satu bahasan
tentang fenomena asosiasi pornografi dalam lagu yang dapat dijadikan sebagai
pilihan pustaka dalam mengkaji fenomena kebahasaan dari berbagai sudut pandang.
Secara praktis penelitian ini bermanfaat sebagi berikut : Pertama, deskripsi tentang teknik penciptaan asosiasi pornografi pada
lagu. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi sebagi data dasar
bagi penelitian lanjutan.
BAB
IV
PENELITIAN
1.
Teknik
Penciptaan Asosiatif Pornografi dalam Lagu Dangdut
A.
Teknik
Metafora
Untuk
menciptakan makna asosiasif pornografis dalam lagu dangdut dapat pula
dimanfaatkan ungkapan-ungkapan metafora. Metafora adalah analogi yang
membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk singkat, misalnya
buaya darat, ibu pertiwi, hidung belang. Sebagai bentuk perbandingan secara
langsung, tidak menggunakan kata-kata bak, bagai, bagaikan, laksana, seperti.
Sebaliknya, sebagai bentuk perbandingan secara tidak langsung, menggunakan
kata-kata tersebut. Dalam lagu dangdut, metafora digunakan untuk menciptakan
asosiasi “yang bukan-bukan” dalam benak para pendengar.
1.
Belah
Duren
Makan duren dimalam hari
Paling enak dengan kekasih
Dibelah bang dibelah
Enak bang silahkan dibelah
Reff:
Jangan lupa mengunci pintu
Nanti ada orang yang tau
Pelan-pelan dibelah
Enak bang silahkan dibelah
Semua orang pasti suka belah duren
Apalagi malam pengantin
Sampai pagi pun yo wis ben
Yang satu ini durennya luar biasa
Bisa bikin bang ga tahan
Sampai-sampai ketagihan
Kalo abang suka tinggal belah saja
Kalo abang mau tinggal bilang saja
Jangan lupa mengunci pintu
Nanti ada orang yang tau
Pelan-pelan dibelah
Enak bang silahkan dibelah
Makan duren dimalam hari
Paling enak dengan kekasih
Dibelah bang dibelah
Enak bang silahkan dibelah
Pada
lagu belah duren yang dinyanyikan oleh Julia peres terdapat makna asosiatif
pornografi, terdapat pada bait ke- 3:
Semua orang pasti suka belah duren
Jika dilihat dari
makna yang sebenarnya “duren” adalah sejenis buah yang memiliki duri pada
kulitnya dan memiliki bau buah yang khas. Sedangkan pada lirik lagu tersebut
“duren” mengandung makna asosiatif pornografi
yakni “alat kelamin wanita.” Jadi pada lirik tersebut belah duren diasosiasikan
sebagai berhubungan intim.
2. Wanita Lubang Buaya
Wanita kamu harus tau
Mengapa lelaki buaya
Mau tahu jawabannya
Wanita punya lubang buaya
Wanita kamu harus bisa
Ingatkan pesan orang tua
Jangan sampai dekat buaya
Nanti kamu jadi korbannya
Reff :
Memang wanita dia punya lubang buaya
Wajar saha lelaki mau menggodanya
Memang wanita punya satu lubang buaya
Walau satu tapi itu sangat berharga
Pada lagu dangdut
yang berjudul Wanita Lubang Buaya yang dinyanyikan oleh Minawati Dewi, memiliki
makna asosiatif pornografi pada bait 1 :
Wanita punya lubang
buaya
Pada lirik lagu
“Wanita Lubang Buaya” kata “lubang” pada makna yang sebenarnya yaitu liang,
lekuk di tanah dan sebagainya (KBBI). Kata “buaya” jika dilihat dari makna yang
sebenarnya buaya adalah sejenis hewan reptile yang besar dan hidup di air.
Lubang buaya jika
dilihat pada makna sebenarnya bisa juga berupa sebuah tempat di kawasan Pondok
Gede, Jakarta yang menjadi tempat pembuangan para korban Gerakan 30 September,
pada 30 September 1965.
(id.wikipedia.org/wiki/lubang buaya).
Sedangkan jika
dilihat dari makna asosiatif pornografinya, kata “lubang” dan “buaya” pada lagu
“wanita lubang buaya” yaitu kata “lubang” diasosiasikan sebagai alat senggama
(vagina), sedangkan kata “buaya” jika diasosiasikan sebagai laki-laki. Jadi,
makna asosiatif pornografi pada lagu “wanita lubang buaya” yaitu vagina, dimana
vagina ini yang digunakan oleh laki-laki untuk bersenggama.
3. Jupe Paling Suka 69
Kau elus-elus tubuhku
Kau belai-belai rambutku
Terpejam-pejam mataku
Aduh aduh aduh nikmatnya
Duh aduh aduh asiknya
Desah indahmu menusuk kalbu
Kau elus-elus tubuhku
Kau belai-belai rambutku
Oh yes sungguh nikmatnya
Oh yes sungguh bahagia
Suka suka jupe paling suka
Kasih sayangmu luar biasa
Gairah cinta 69
Suka suka jupe paling suka
Kau buat aku tak berdaya
Gairah cinta pun membara
Halus halus halusnya selembut sutra
Irama gaya kamasutra ala india
Kau elus-elus tubuhku
Kau belai-belai rambutku
Oh yes sungguh nikmatnya
Oh yes sungguh bahagia
Suka suka jupe paling suka
Kasih sayangmu luar biasa
Gairah cinta 69
Suka suka jupe paling suka
Kau buat aku tak berdaya
Gairah cinta pun membara
Halus halus halusnya selembut sutra
Irama gaya kamasutra ala india
Pada lirik lagu Jupe
Paling Suka 69 yang dinyanyikan oleh Julia Perez terdapat makna asosiasitif
pornografis terdapat pada “69” jika dilihat pada makna denotatif atau makna
sebenarnya “69” merupakan angka. Namun jika dilihat dari makna asosiatif
pornografis “69” merupakan posisi seksual. Menurut Wikipedia “69” dalam bahasa
prancis bahasa tersebut “soixate-neuf, adalah posisi seksual dimana mulut dua
orang terletak didekat alat kelamin masing-masing, melakukan seks oral. Orang
melakukan posisi ini berbentuk seperti “6 dan 9.” Posisi ini dapat melibatkan
kombinasi jenis kelamin apapun. (id.wikipedia.org/wiki/69_posisi
seks).
Dilihat dari data
tersebut peneliti dapat menyimpulkan kata “69” dari pengetahuan dan pengalaman
seseorang dibangun pula oleh kerangka acuan wacana. Bahasa sebagai alat ugkap
makna asosiasi pornografi tidak selalu melambangkan acuan yang bersifat porno
secara gamblang atau nyata dan langsung, karena dalam asosiasi pornografi
justru daya fantastilah mempunyai peran yang penting untuk mencapai kesesuaian
antara dunia realitas dan dunia ide.
4. Cucak Rowo
Kucoba coba melempar manggis
Manggis kulempar mangga kudapat
Kucoba coba melamar gadis
Gadis kulamar janda kudapat
Iki piye iki piye iki piye
Wong tuwo rabi perawan
Prawane yen bengi nangis wae
Amargo wedi karo manuke
Manuke manuke cucak rowo
Cucak rowo dowo buntute
Buntute sing akeh wulune
Yen digoyang ser-ser aduh enake
Jamane jamane jaman edan
Wong tuwo rabi perawan
Prawane yen bengi nangis wae
Amargo wedi karo manuke
Manuke manuke cucak rowo
Cucak rowo dowo buntute
Buntute sing akeh wulune
Yen digoyang ser-ser aduh enake
Pada lirik lagu
“Cucak Rowo” yang dinyanyikan oleh Didi Kempot terdapat makna asosiatif
pornografi yang terdapat pada bait ke 3 yaitu :
Manuke manuke cucak rowo
Cucak
rowo dowo buntute
Buntute
sing akeh wulune
Pada kata “manuke manuke cucak rowo”
dimana kata tersebut jika dilihat dari makna yang sebenarnya “manuk” dalam
bahasa Indonesia adalah burung “cucak rowo” merupakan jenis burung. Burung yang
berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh hingga ujung
ekor) sekitar 28 cm.
Mahkota (sisi atas
kepala) dan penutup telinga berwarna jingga atau kuning jerami pucat,
stripmalar disisi dagu dan garis kekang yang meliputi mata berwarna hitam. (id.wikipedia.org/wiki/cucak_rawa).
Namun jika dilihat
dari data diatas lirik “manuke manuke
cucak rowo” memiliki makna asosiatif pornografi yang timbul dibenak
pendengar, diasosiasikan sebagai alat “kelamin laki-laki”. “cucak rowo dowo buntute” berasosiasi pornografi yakni alat kelamin
laki-laki (penis) yang berbentuk panjang, “buntute
sing akeh wulune” yakni penis yang banyak bulu (rambut).
5. Keong Racun
dasar kau keong racun
baru kenal eh ngajak tidur
ngomong gak sopan santun
kau anggap aku ayam kampung
baru kenal eh ngajak tidur
ngomong gak sopan santun
kau anggap aku ayam kampung
kau rayu diriku, kau
goda diriku, kau colek diriku
eh bukan sekali tanpa basa-basi kau ngajak hepi-hepi
eh kau tak tahu malu tanpa basa-basi kau ngajak hepi-hepi
mulut kumat kemot matanya melotot
lihat bodi semok pikiranmu jorok
mentang-mentang tokai aku diajak jablay
dasar koboi kucai ngajak cek-in dan santai
sori sori sori jack jangan remehkan aku
sori sori sori bang ku bukan cewek murahan
eh bukan sekali tanpa basa-basi kau ngajak hepi-hepi
eh kau tak tahu malu tanpa basa-basi kau ngajak hepi-hepi
mulut kumat kemot matanya melotot
lihat bodi semok pikiranmu jorok
mentang-mentang tokai aku diajak jablay
dasar koboi kucai ngajak cek-in dan santai
sori sori sori jack jangan remehkan aku
sori sori sori bang ku bukan cewek murahan
pada lagu “Keong Racun” terdapat makna asosiatif pornografi, terdapat pada bait pertama.
Dasar kau keong racun
Pada
kata “keong racun” jika dilihat pada makna yang sebenarnya yaitu sejenis hewan
yang memiliki cangkang yang menyerupai bekicot, habitatnya di sawah dikatakan
beracun karena hewan ini jika dikonsumsi akan menimbulkan rasa pusing jika
salah dalam mengolahnya. Namun pada lagu yang berjudul “Keong Racun” yang
dinyanyikan oleh Putri Penelope ini memiliki makna asosiatif pornografi. Kata
“keong racun” diasosiasikan sebagai laki-laki hidung belang, yaitu laki-laki
yang suka melakukan hubungan intim dengan setiap perempuan.
Kau anggap aku ayam kampung
Pada
kata “ayam kampung” jika dilihat dari makna yang sebenarnya yaitu sebutan bagi
ayam peliharan yang tidak ditangani dengan cara budidaya massal komersial serta
tidak berasal dari galur atau ras yang dihasilkan untuk kepentingan komersial
tersebut. (id.wikipedia.org/wiki/ayam_kampung)
Kata ayam
kampung pada lagu “Keong Racun” jika diasosiasikan yaitu pelacur orang yang
menjual diri, wanita gampangan, wanita murahan.
6.
Kucing Garong
Kelakuan si kucing garong
Kalau lihat mangsa mengeong
Main sikat main embat
Mangsa yang lewat
Kelakuan si kucing garong
Selalu mencari sasaran
Asal lihat pepesan
Wajah bringasan
Itu sifatnta lelaki
Yang meniru kaya kucing garong
Awas harus hari-hati
Bila si kucing sedang beraksi
Yang menjadi modal andalan
Kucing tawarka uang jutaan
Apabila tak kuat imam
Bisa-bisa jadi berantakan
Pada
lagu kucing garong ini terdapat makna asosiatif pornografi, yang terdapat pada “kelakuan si kucing garong”. Kata kucing
garong jika dilihat dari makna yang sebenarnya yaitu kucing yang memiliki jenis
kelamin jantan, bertubuh kekar, dengan mata yang besar serta memiliki tatapan
yang sangat tajam.
kata “kucing garong” jika diasosiasikan yaitu sebagai laki-laki hidung belang, laki-laki yang suka bergunta-ganti pasangan.
kata “kucing garong” jika diasosiasikan yaitu sebagai laki-laki hidung belang, laki-laki yang suka bergunta-ganti pasangan.
Asal lihat pepesan
Pada lirik lagu kucing garong terdapat kata “pepesan”
yang jika dilihat pada makna yang sebenarnya pepesan adalah makanan yang
umumnya terbuat dari ikan, rempah-rempah, dibungkus dengan daun pisang,
kemudian dikukus. Namun pada lagu kucing garong “pepesan” diasosiasikan sebagai
perempuan.
7.
Wedus
Mending tuku sate timbang tuku weduse
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Mending tuku sate timbang tuku weduse
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Timbang di gejoh ora ono duite
Mending tak gawe gendakan wae
Ora usah mikir sak bendidane
Seminggu cukup sepisan wae
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Timbang di gejoh ora ono duite
Mending tak gawe gendakan wae
Ora usah mikir sak bendidane
Seminggu cukup sepisan wae
Mergone aku ora kuat
Yen duwe bojo wong melarat
Ra mblanjani gawene sambat
Seneng kumpul modal dengkul bondo nekat
Yen duwe bojo wong melarat
Ra mblanjani gawene sambat
Seneng kumpul modal dengkul bondo nekat
Mending tuku sate timbang tuku weduse
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Mending tuku sate timbang tuku weduse
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Timbang di gejoh ora ono duite
Mending tak gawe gendakan wae
Ora usah mikir sak bendidane
Seminggu cukup sangang juta wae
Mending tak gawe gendakan wae
Ora usah mikir sak bendidane
Seminggu cukup sangang juta wae
Mergone aku ora kuat
Yen duwe bojo wong melarat
Ra mblanjani gawene sambat
Seneng kumpul modal dengkul bondo nekat
Seneng kumpul modal dengkul bondo nekat
Yen duwe bojo wong melarat
Ra mblanjani gawene sambat
Seneng kumpul modal dengkul bondo nekat
Seneng kumpul modal dengkul bondo nekat
Pada
lagu “Wedus” yang dinyanyikan oleh Wiwik Sagita terdapat makna asosiasi
pornografi yang terdapat pada lirik “Mending
tuku sate timbang tuku weduse” atau dalam bahasa Indonesia “lebih baik
membeli sate daripada membeli kambing” memiliki makna asosiatif pornografi
yaitu “sate” diasosiasikan sebagai pelacur, selingkuhan. “wedus” diasosiasikan
sebagai istri. Jadi, “mending tuku sate timbang tuku weduse” berasosiasi, dari
pada menikah dan mempunyai istri yang nantinya harus menafkahi setiap hari,
lebih baik melakukan hubungan dengan pelacur, hanya membayarnya pada saat itu
saja artinya tidak setiap hari memberi nafkah.
B. Teknik eufemisme :
Dalam bahasa
Indonesia, penghalusan kata-kata tabu dapat dipakai bentuk eufemisme. Selaras
dengan kebutuhan komunikasi yang semakin kompleks para penurus bahasa Indonesia
sudah sedemikian terbiasa menggunakan eufeminisme yang bisa menyangkut masalah
apa saja. Kecenderungan secamam ini dapat dilatar belakangi keinganan untuk
ketidak terusterang dan menyembunyikan sesuatu.
Selain itu,
munculnya bentuk eufenisme dapat disebabkan oleh keinginan penutur untuk
menutup-nutupi atau menyembunyikan sesuatu atau keadaan yang tidak baik. Faktor
lain yang dapat memunculkan bentuk eufemisme, yaitu keinginan penutur untuk
menghormati lawan tutur.
1. Mucikari
Mati-matian kau mengejar cintaku
hingga berdarah-darah kau luluhkan hatiku
tapi setelah engkau rengkuh cintaku yang begitu angkuh
sekarang aku kau biarkan aku terjamah orang lain
kau malah merasa senang heran aku heran
aku tak tahan ingin lari darimu
rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
awalnya aku dinikahi, pura-pura ku dicintai
setelah itu dipaksa ku jual diri
rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
sering engkau paksa diriku untuk melayani temanmu
bila ku menolak siksaan yang ku terima
tolonglah aku harus bagaimana
agar terlepas dari tangan durjana
aku tak tahan ingin lari darimu
rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
awalnya aku dinikahi, pura-pura ku dicintai
setelah itu dipaksa ku jual diri
rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
sering engkau paksa diriku untuk melayani temanmu
bila ku menolak siksaan yang ku terima
tolonglah aku harus bagaimana
agar terlepas dari tangan durjana
mati-matian kau mengejar cintaku
hingga berdarah-darah kau luluhkan hatiku
tapi setelah engkau rengkuh cintaku yang begitu angkuh
sekarang aku kau biarkan aku terjamah orang lain
kau malah merasa senang heran aku heran
aku tak tahan ingin lari darimu
hingga berdarah-darah kau luluhkan hatiku
tapi setelah engkau rengkuh cintaku yang begitu angkuh
sekarang aku kau biarkan aku terjamah orang lain
kau malah merasa senang heran aku heran
aku tak tahan ingin lari darimu
rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
awalnya aku dinikahi, pura-pura ku dicintai
setelah itu dipaksa ku jual diri
rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
sering engkau paksa diriku untuk melayani temanmu
bila ku menolak siksaan yang ku terima
tolonglah aku harus bagaimana
agar terlepas dari tangan durjana
aku tak tahan ingin lari darimu
rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
awalnya aku dinikahi, pura-pura ku dicintai
setelah itu dipaksa ku jual diri
rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
sering engkau paksa diriku untuk melayani temanmu
bila ku menolak siksaan yang ku terima
tolonglah aku harus bagaimana
agar terlepas dari tangan durjana
mati-matian kau mengejar cintaku
hingga berdarah-darah kau luluhkan hatiku
tapi setelah engkau rengkuh cintaku yang begitu angkuh
sekarang aku kau biarkan aku terjamah orang lain
kau malah merasa senang heran aku heran
aku tak tahan ingin lari darimu
Pada lagu “mucikari”
yang dinyanyikan oleh Rimba Mustika terdapat makna asosiasi pornografi, pada
lirik “rupanya kau sang mucikari”. Kata
mucikari menggeser kata “germo” yakni orang yang bekerja sebagai pekerja seks
komersial. Kata mucikari digunakan Karena dirasa lebih halus dari pada kata
germo.
2. Cinta Satu Malam
Walau cinta kita
sementara
Aku merasa bahagia
Kalau kau kecup
mesra dikeningku
Ku rasa bagai di
surga
Cinta satu malam
Oh indahnya
Cinta satu malam
Buat ku melayang
Walau satu malam
Akan selaluku kenang
Dalam hidupku
Cinta satu malam
Oh indahnya
Cinta satu malam
Buatku melayang
Walau satu malam
Akan selalu ku
kenang
Selama-lamanya
Sentuhanmu membuatky
terlena
Aku telah terbuai
mesra
Yang ku rasa hangat
indahnya cinta
Hasratku kian
membara
Pada lagu “Cinta Satu Malam” yang
dinyanyikan oleh Melinda ini memiliki makna asosiatif pornografi, pada lirik
“cinta satu malam oh indahnya” berasosiasi hubungan badan, melakukan seks.
Dilihat dari data tersebut jelaslah
bahwa lagu “Cinta Satu Malam” ini menggunakan eufemisme, kata berhubungan badan
(melakukan seks) akan lebih enak didengar, akan lebih sopan jika menggunakan
kata “cinta satu malam” yang terdapat pada lirik lagu tersebut.
3. Hamil Duluan
awalnya aku cium-ciuman
akhirnya aku peluk-pelukan
tak sadar aku dirayu setan
tak sadar aku ku kebablasan
ku hamil duluan sudah tiga bulan
gara-gara pacaran tidurnya berduaan
ku hamil duluan sudah tiga bulan
gara-gara pacaran suka gelap-gelapan
o ow aku hamil duluan
o ow sudah tiga bulan
akhirnya aku peluk-pelukan
tak sadar aku dirayu setan
tak sadar aku ku kebablasan
ku hamil duluan sudah tiga bulan
gara-gara pacaran tidurnya berduaan
ku hamil duluan sudah tiga bulan
gara-gara pacaran suka gelap-gelapan
o ow aku hamil duluan
o ow sudah tiga bulan
Lagu “Hamil Duluan” yang dinyanyikan
oleh Tuty Wibowo ini memiliki makna asosiatif pornografi, terdapat pada lirik “gara-gara pacaran tidurnya berduaan”
dan pada lirik “gara-gara pacaran suka
gelap-gelapan”. Lirik lagu tersebut jika diasosiasikan melakukan hubungan
badan, bersetubuh.
Dillihat dari data pada lirik lagu
“Hamil Duluan” ini menggunakan teknik eufemisme, kata hubungan badan dan
bersitubuh, melakukan seks, telah dieufemismekan menjadi “gara-gara pacaran
tidurnya berduaan”, “gara-gara pacaran suka gelap-gelapan”.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari beberapa lagu dangdut yang kami teleti
dapat disimpulkan bahwa teknik penciptaan makna asosiatif pornografi pada lagu
dangdut yakni teknik metafora dan eufemisme. Metafora menurut
Moeliono (2008:580) yaitu pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti
yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan yang mendasarkan persamaan atau
perbandingan. Eufemisme adalah
upaya menampilkan bentuk-bentuk
kata yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau
lebih sopan untuk menggantikan kata-kata yang telah biasa dan dianggap kasar
(Chaer, 2010:87).
B. Saran
Bagi para masyarakat harus lebih
selektif dalam memilih lagu dan lebih selektif dalam menafsirkan makna
asosiatif pornografi dalam lagu. Sedangkan saran untuk para pencipta lagu agar
tidak terlalu fulgar dan sensasional dalam memilih kata-kata untuk lirik lagu
karena lagu dangdut dinikmati bukan untuk kalangan dewasa saja tetapi remaja
dan anak-anak juga. Serta diharapkan untuk para peneliti yang lain diharapkan dapat melakukan penelitian
lanjutan tentang makna asosiatif pornografi dalam lagu dangdut, dengan cakupan
dan presepektif yang berbeda sehingga akan diperoleh paparan yang mendalam.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul, 2009. Pengantar
Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kusrianto Adi, 2007. Pengantar
Desain Komunikasi Visual.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/853
https://lirik.kapanlagi.com/artis/minawati-dewi/wanita-lubang-buaya/
https://furahasekai.net/2013/03/09/one-ok-rock-69-lyrics-indonesian-translation/
https://www.facebook.com/permalink.php?id=209753262538761&story_fbid=310062989174454
http://lirik.kapanlagi.com/artis/melinda/cinta-satu-malam/