Selasa, 30 Mei 2017

Asosiatif Pornografi pada Lagu Dangdut



TEKNIK PENCIPTAAN ASOSIATIF PORNOGRAFI DALAM LAGU DANGDUT
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Semantik yang diampu
oleh: Drs. Agus Nasihin, M. Pd.



Oleh :
1.         Ika Andiawati
2.         Siti Anisah
3.         Sutinih

Semester : 6 b




 


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS WIRALODRA
INDRAMAYU
2017








BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latarbelakang Masalah
Pada umumnya, segala sesuatu yang berbau pornografis selalu menarik untuk dibidik dan dibicarakan, baik dikalangan orang dewasa, remaja ataupun anak-anak. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat beberapa cara untuk pengekspresian seluruh aktifitas yang berkaitan dengan pornografis. Misalnya, pornografi diekspresikan dalam karya seni sastra, seni musik (desahan dalam musik dangdut), seni pahat (relif pada candi), seni tari atau seni lukis. Selain itu, dimedia televisi pun dapat pula disajikan iklan maupun film yang bernuansa pornografi, misalnya iklan close up, relaxa, dan kacang garuda, film Dawson Creek, Baywatch, dan Beferly Hills 90210.
Kenyataan diatas mengisyarakatkan bahwa informasi tentang segala Sesuatu yang dianggap tabu, porno, baik yang ditampilkan dalam media cetak maupun elektronik. Selain itu, fenomena tersebut menandakan pula semakin sulit pula dalam memberikan batasan apakah sesuatu itu porno atau tidak. Untuk itu, pornografi merupakan bagian dari fenomena kehidupan manusia yang bersifat relative yang bergantung pada teks dan konteksnya.
Menurut Wijaya (2000: 2) berpendapat bahwa membicarakan masalah seksual secara terus terang hanya diizinkan dalam rangka tujuan atau konteks situasi tertentu. Selanjutnya, pengekpsresian asosiasi pornografi dapat ditemukan pula dalam lagu-lagu.
Lagu merupakan karya sastra yang indah. Selain dengan tujuan untuk menghibur, lagu juga terkadang menyampaikan makna tersirat kepada masyarakat. Hal itu yang menjadi nilai estetika, bahwa makna suatu lagu akan semakin indah apabila bahasa yang digunakan mengandung unsur-unsur asosiatif dan konotatif.  Tak berbeda dengan puisi, lirik lagu menggunakan bahasa kias yang memiliki makna tersirat atau tidak sebenarnya. Bahkan terkadang mengandung gaya bahasa, citraan ataupun yang lain.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian makna asosiatif?
2.    Bagaimana mendeskripsikan munculnya makna asosiatif pornografis pada lagu dangdut ?
C.  Tujuan
1.    Mengetahui pengertian makna asosiatif.
2.    Mengetahui munculnya makna asosiatif pornografis pada lagu dangdut.




















BAB II
KAJIAN TEORI
A.   Pengertian Asosiatif
Darmodjwono (dalam persona bahasa 2005: 115-120) membagi makna kedalam dua bagian, yaitu makna intralingual dan makna ekstralingual. Makna intralingual terdiri dari makna denotatif, makna referensisal atau kontekstual dan makna idiomatik. Makna ekstralingual terdiri dari makna asosisatif, makna afektif, makna situatif, dan makna etimologis. Dari beberapa jenis makna tersebut, peneliti hanya akan mememaparkan makna asosiatif. Menurut Darmojowono (2005: 119) makna asosiatif merupakan makna yang muncul dalam benak seseorang jika mendengar atau membaca kata-kata tertentu. Asosiasi tersebut dipengaruhi oleh unsur-unsur psikis, pengetahuan, dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, makna asosiatif sangat berkaitan erat dengan bidang psikolinguistik.
Chaer (2000: 72) mengungkapkan bahwa makna asosiatif adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata berkenaan dengan hubungan kata itu dengan keadaan diluar bahasa. Menurutnya, makna asosiatif tersebut sama dengan perlambangan-perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Makna asosiatif juga berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku dimasyarakat bahasa. Sebagai contoh, Chaer menggunakan kata melati yang berasosiasi dengan “kesucian.” Banyaknya persamaan makna asosiatif didalam masyarakat tersebut disebabkan oleh adanya pengalaman lingkungan, dan latarbelakang yang sama.
B.  Pengertian Pornografi
Secara etimologis, pornografi berasal dari bahasa Yunani pome, “pelacur, dan graphein” tulisan. Dengan demikian pornografi merupakan tulisan atau pendeskripsian mengenai pelacuran. Disamping itu, pornografi dapat diartikan pula sebagai tulisan atau gambar yang disajikan untuk membangkitkan maksud birahi bagi orang yang membaca atau melihatnya. Kata sifat dari pornografi itu adalah pornografis “bersifat porno”, sedangkan kata porno itu sendiri adalah kata sifat yang berarti “cabul” atau “tidak senonoh”. Kata porno mempunyai cakupan pemakaian lebih luas dibandingkan dengan kata pornografi dan pornografis.
Menurut tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia (1995: 782), pornografis adalah sesuatu yang bersifat pornografi. Pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi; bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi dalam seks.
Erotisme secara etimologis berasal dari bahasa Yunani eros “perantara dunia yang bersifat indrawi dan dunia ide”. Dalam perkembangannya, istilah erotisme secara sempit berarti seksualitas yang bersifat jasmaniah untuk pengembangan rangsangan-rangsangan yang menimbulkan seksualitas secara luas, istilah erotisme berarti mencakupi segala bentuk tindakan, ucapan, pemikiran, gambaran, pengungkapan perilaku yang simulatif dan sugetif antara pria wanita, maupun cinta terhadap diri sendiri (autoerotic).  Menurut tim penyusun Kamus besar bahasa Indonesia (1995:269), erotisme adalah keadaan nafsu birahi, keinganan akan nafsu seks secara terus menerus, sedangkan erotis adalah sesuatu yang berkenaan dengan sensasi seks yang menimbulkan rangsangan-rangsangan.
Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa makna erotisme lebih mengarah kepada penggambaran perilaku, keadaan  atau suasana yang didasari oleh libido atau keinginan seksual sedangkan makna pornografi lebih cenderung pada penekanan tindak seksual untuk membangkitkan nafsu birahi.hal ini selaras dengan pendapat Hoed (1994:3) bahwa erotisme tidak mempunyai makna dasar “cabul”, sebaliknya pornografi mempunyai makna dasar.”cabul”, “tidak senonoh”, dan “kotor”.


C.    Metafora
Metafora menurut Moeliono (2008:580) yaitu pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan yang mendasarkan persamaan atau perbandingan. Pengertian menurut Harimurti kridalaksana (2003:106) adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan. Ullman (1972:203) berpendapat bahwa metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan.   Metafora, mengandung unsur-unsur yang kadang-kadang tidak disebutkan secara eksplisit. Definisi metafora menurut Beekman dan Callow(1974) adalah suatu perbandingan yang implisit. Metafora disebutkan oleh Pradopo (1994:66) merupakan bentuk perbandingan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat.
Gaya metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Metafora sebagai pembanding langsung tidak menggunakan kata-kata seperti dan lain-lain, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Salah satu unsur yang dibandingkan, yaitu citra, memiliki sejumlah komponen makna dan biasanya hanya satu dari komponen makna tersebut yang relevan dan juga dimiliki oleh unsur kedua, yaitu topik.
Lebih lanjut, Beekman dan Callow menjelaskan bahwa metafora terdiri atas tiga bagian, yaitu (a) topic, yaitu benda atau hal yang dibicarakan; (b) citra, yaitu bagian metaforis dari majas tersebut yang digunakan untuk mendeskripsikan topik dalam rangka perbandingan; (c) titik kemiripan, yaitu bagian yang memperlihatkan persamaan antara topik dan citra. Ketiga bagian yang menyusun metafora tersebut tidak selalu disebutkan secara eksplisit. Adakalanya, salah satu dari ketiga bagian itu, yaitu topik, sebagian dari citra, atau titik kemiripannya implisit, seperti yang terlihat dalam contoh.
He is also Baldwin’s legal eagle ‘ Dia juga elang dalam urusan hukum Baldwin’. Topik metafora pada contoh di atas adalah he ‘dia’, sedangkan citranya adalah eagle ‘elang’. Akan tetapi, titik kemiripan yang menunjukkan dalam hal apa he ‘dia’ dan eagle ‘elang’ tidak disebutkan secara eksplisit. Untuk mengetahui titik kemiripan ini diperlukan pengetahuan tentang konteks tempat metafora tersebut terdapat, pemahaman terhadap makna simbol ‘elang’ dalam masyarakat dan unsur implisit lainnya.
Keraf menyebut metafora termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Gaya ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut. Perbandingan sebenarnya mengandung dua pengertian yaitu perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa polos atau langsung seperti “Dia sama pintar dengan kakaknya.” Sedangkan bentuk yang satu lagi adalah perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan, seperti “Matanya seperti bintang timur”.
Berdasarkan contoh tersebut dapat dilihat perbedaan antara gaya bahasa langsung dan gaya bahasa kiasan. Keraf (1994:136) mengatakan bahwa perbandingan biasa atau langsung mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas kata yang sama, sedangkan perbandingan berupa gaya bahasa kiasan mencakup dua hal yang termasuk dalam kelas kata yang berlainan.
Keraf (1994:137) mengatakan bahwa untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu merupakan bahasa kiasan atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut:
1. Tetapkanlah terlebih dahulu kelas kedua hal yang diperbandingkan.
2. Perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut.
3. Perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu ditemukan.
Jika tak ada kesamaan maka perbandingan itu adalah bahasa kiasan.
Aristotees mempergunakan kata analogi dengan pengertian kuantitatif maupun kualitatif. Dalam pengertian kuantitatif, analogi diartikan sebagai kemiripan atau relasi idenstitas antara dua pasangan istilah berdasarkan sejumlah besar ciri yang sama. Sedangkan, dalam pengertian kualitatif, analogi menyatakan kemiripan hubungan sifat antara dua perangkat istilah. Dalam arti yang lebih luas ini, analogi lalu berkembang menjadi bahasa kiasan. Metafora menurut Keraf (1992:137) merupakan analogi kualitatif.
Kata manis dalam frasa ”lagu yang manis” adalah suatu ringkasan dari analogi yang berbunyi:”Lagu ini merangsang telinga” dengan cara yang sama menyenangkan seperti manisan merangsang alat perasa. Ungkapan ibu pertiwi mengandung pula analogi yang berarti: hubungan antara tanah air dengan rakyatnya sama seperti hubungan seorang ibu dengan anak-anaknya. Analogi kualitatif ini juga dipakai untuk menciptakan istilah baru dengan mempergunakan organ-organ manusia atau organ binatang.  Misalnya kapal laut berlayar di laut maka kapal terbang berlayar di udara.
Metafora disebutkan oleh Keraf (1992:139) merupakan semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya. Sebagai bentuk perbandingan langsung, metafora tidak mempergunkan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua.
Bila dalam sebuah metafora, kita masih dapat menentukan makna dasar dari konotasinya sekarang, maka metafora itu masih hidup. Tetapi kalau kita tidak dapat menentukan konotasinya lagi, maka  metafora itu sudah mati.



a.        Pembagian Metafora
Metafora berdasarkan kemungkinan makna konotasinya menurut pradopo:
1)        Metafora Mati
Metafora yang sudah tidak dapat ditentukan makna konotasinya.
Contoh :
kaki meja, kaki gunung, lengan meja, mulut goa itu sangat sempit, ujung jarum itu sangat tajam, mereka berfoto-foto dikaki bukit.
2)        Metafora Hidup
Metafora yang masih diikat konotasinya.
Contoh :
perahu itu menggergaji ombak, mobilnya batuk-batuk sejak pagi tadi, pemuda-pemudi adalah bunga bangsa.
Kata-kata menggergaji, batuk-batuk, bunga dan bangsa masih hidup dengan arti aslinya. Oleh sebab itu, penyimpangan makna seperti terdapat dalam kalimat-kalimat di atas merupakan metafora hidup. Namun, proses penyimpangan semacam itu pada saat dapat membawa pengaruh lebih lanjut dalam perubahan makna kata. Menurut Keraf kebanyakan perubahan makna kata mula-mula karena metafora.
Senada dengan Beekman dan Callow, Parera (2004:119) mengatakan salah satu unsur metafora adalah kemiripan dan kesamaan tanggapan pancaindra. Struktur metafora utama yang utama ialah (1) topik yang dibicarakan; (2) citra atau topik kedua; (3) titik kemiripan atau kesamaan. Hubungan antara topik atau citra dapat bersifat objektif dan emotif.
Menurut Ulmann (1977) dan Parera (2004:119) dibedakan atas empat kelompok, yakni :
1.      Metafora Bercitra Antropomorfik
Metafora bercitra antropomorfik merupakan satu gejala semesta. Para pemakai bahasa ingin membandingkan kemiripan pengalaman dengan apa yang terdapat pada dirinya atau tubuh mereka sendiri. Metafora antropomorfik dalam banyak bahasa dapat dicontohkan dengan mulut botol, jantung kota, bahu jalan, tali pusar, punggung bukit dan lain-lain.
Contoh :
a.       Ali menjadi tulang punggung keluarga.
b.      Budi menjadi kali tangan mereka.
c.       Ibu membawa buah tangan setelah pulang dari liburannya di Bali.
d.      Sudah sekian lama pasangan itu menantikan hadirnya si buah hati.
e.       Air mata buayamu itu tidak akan meluluhkan hati ini.
f.       Sudah lama aku tidak menemukan belahan jiwaku ini.
g.      Si muka tembok itu selalu berbuat onar.
h.      Dika bertemu dengan tulang rusuknya, kemudian mereka berdua menikah.
i.        Janganlah menebang paru – paru dunia, apalagi menghabiskannya.

2.       Metafora Bercitra Hewan
Metafora bercitra hewan, biasanya digunakan oleh pemakai bahasa untuk menggambarkan satu kondisi atau kenyataan di alam sesuai pengalaman pemakai bahasa. Metafora dengan unsur binatang cenderung dikenakan pada tanaman, misalnya kumis kucing, lidah buaya, kuping gajah. Contoh:
a.       Sijago merah melahap lima bangunan rumah.
b.      Ia menjadi seorang lintah darat yang terkenal.
c.       Kakaknya terpaksa menjadi kupu-kupu malam.
d.      Tikus-tikus kantor tak henti-hentinya merugikan negara.
e.       Lia dipermainkan oleh buaya darat.
f.       Anak nakal itu mati kutu ketika dimarahi.
Metafora dengan unsur binatang juga dikenakan pada manusia dengan citra humor, ironi, peyoratif, atau citra konotasi yang luar biasa, misalnya, fable dalam Fabel MMM yang dikutip oleh Parera terdapat nama-nama seperti Mr. Badak bin Badak, Profesor Keledai, dan terdapat pula Majelis Pemerintah Rimba (MPR), dan lain-lain.
Dalam metafora bercitra hewan diungkapkan oleh Parera (2004:120) bahwa manusia disamakan dengan sejumlah takterbatas binatang misalnya dengan anjing, babi, kerbau, singa, buaya, dst sehingga dalam bahasa Indonesia kita mengenal peribahasa “Seperti kerbau dicocok hidung”, ungkapan “buaya darat”, dan ungkapan makian  ”anjing, lu”, dan seterusnya.
3.      Metafora Bercitra Sinaestetik Atau Pertukaran Tanggapan/Persepsi Indra
Metafora bercitra sinaestetik, merupakan salah satu tipe metafora berdasarkan pengalihan indra, pengalihan dari satu indra ke indra yang lain. Dalam ungkapan sehari-hari orang sering mendengar ungkapan “enak didengar” untuk musik walaupun makna enak selalu dikatkan dengan indra rasa; “sedap dipandang mata” merupakan pengalihan dari indra rasa ke indra lihat. Contoh :
a.       Pahit getirnya kehidupan. (Indra perasa)
b.      Kata-katanya sangat manis. (Indra perasa)
c.       Suaranya halus. (Indra peraba)
d.      Suaranya lembut (Indra peraba)

4.      Metafora Bercitra Abstrak ke Konkret
Metafora bercitra abstrak ke konkret, adalah mengalihkan ungkapan-ungkapan yang abstrak ke ungkapan yang lebih konkret. Seringkali pengalihan ungkapan itu masih bersifat transparan tetapi dalam beberapa kasus penelusuran etimologi perlu dipertimbangkan untuk memenuhi metafora tertentu. Dicontohkan oleh Parera, secepat kilat ‘satu kecepatan yang luar biasa’, moncong senjata ‘ujung senjata’, dan lain-lain. Contoh :
a.       Didit selalu menjadi bintang kelas.
b.      Si bintang lapangan itu menjadi pemain terbaik di pertandingan semalam.
c.       Andi tidak pernah dimarahi oleh bapaknya karena dia adalah anak emas di keluarganya.
d.      Raja siang telah terbit di pagi yang indah.
e.       Raja hutan mengaum dengan lantang dipagi hari.
f.       Peserta lomba lari itu berlari secepat kilat untuk mendapatkan juara.
D.    Eufemisme
Sebagai  gaya  bahasa,  eufemisme  adalah  semacam  acuan  berupa  ungkapan-ungkapan  yang  tidak  menyinggung  perasaan  orang,  atau  ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung  perasaan  orang  atau  menyugestikan  sesuatu  yang  tidak menyenangkan (Keraf, 1990:132).
Eufemisme adalah  upaya  menampilkan  bentuk-bentuk  kata  yang  dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan untuk menggantikan kata-kata yang telah biasa dan dianggap kasar (Chaer, 2010:87).
Secara  etimologi  kata  eufemisme  berasal  dari  bahasa  Yunani  euphemizein  yang berarti “berbicara dengan kata-kata yang jelas dan wajar” yang diturunkan dari eu “baik” dan phanai “berbicara”.  Jadi  secara  singkat  eufemisme  berarti “pandai berbicara;  berbicara  baik”  (Dale (et al)  dalam  Tarigan,  1990:143).  Eufemisme ialah ugkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau yang tidak menyenangkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dapat kenyataan bahwa makna kata tetap dipertahankan  meskipun  lambangnya  diganti.  Maksud  pergantian  lambang tersebut, yakni ingin melemahkan makna agar orang yang dikenai kegiatan tidak tersinggung.  Dengan  jalan  melemahkan  makna,  pergeseran  makna  terjadi  pada kata-kata (frase) bahasa Indonesia yang disebut eufemisme (melemahkan makna).
Caranya dapat dengan  mengganti simbolnya (kata, frase) dengan  yang  baru dan maknanya  bergeser,  biasanya  terjadi  bagi  kata-kata  yang  dianggap  memiliki makna  yang  menyinggung  perasaan  orang  yang  mengalaminya  (Djajasudarma, 1993:78).  Eufemisme  terjadi pada kata-kata atau frase yang bermakna terlalu menyinggung perasaan  orang  yang  mengalaminya.  Dikatakan  pergeseran  makna  bukan pembatasan makna, karena dengan penggantian lambang (simbol) makna semula masih  berkaitan  erat  tetapi  ada  makna  tambahan  (eufemisme)  mengahaluskan (pertimbangan  akibat  psikologi  bagi  kawan  bicara  atau  orang  yang  mengalami makna  yang  diungkapkan  kata  atau  frase  yang  disebutkan)  (Djajasudarma, 1993:79).

















BAB III
METODE DAN SUMBER PENELITIAN
A.      Metode
Melakukan penelitian, berarti peneliti harus melakukan tiga tahapan yakni menyediakan data, menganalisis data dan menyajikan hasil analisis data. Dalam menyediakan data, peneliti harus mengupayakan data yang diperoleh cukup untuk penelitian. Data yang dimaksud adalah fenomena munculnya makna asosiatif pornografi yang mencangkup masalah yang akan dikaji. Upaya penyediaan data itu, semata-mata untuk dan demi kepentingan analisis (Sudaryanto 1993:5-6). Setelah penyediaan data, maka peneliti mulai menganalisis data tersebut. Tahapan ini merupakan tahapan yang paling penting dan sentral. Karena proses ini sangat krusial dan harus benar-benar dilakukan dengan baik dan relevan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif analisis deskriptif. Adapun tujuan dari metode penelitian deskriptif ini untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, variable dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi. Dalam penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah lagu-lagu dangdut yang memiliki makna asosiatif pornografinya, diantaranya : lagu Belah Duren - Julia Perez, Wanita Lubang Buaya - Minawati Dewi, Jupe Paling Suka 69 – Julia Perez, Cucak Rowo – Didi Kempot, Keong Racun- Putri Penelope, Kucing Garong- Denada, Wedus- Wiwik Sagita, Cinta Satu Malam- Melinda, Hamil Duluan- Tuty Wibowo, Mucikari- Rimba Mustika.
Penelitian ini diharapkan untuk dapat memperoleh manfaat secara teoritis dan secara praktis. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan teori linguistik dalam hal berikut ini : Pertama, dengan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh sebagian deskripsi tentang teknik dan fungsi asosiasi pornografi dalam lagu. Kedua, teknik penelitian ini dapat menyajikan salah satu bahasan tentang fenomena asosiasi pornografi dalam lagu yang dapat dijadikan sebagai pilihan pustaka dalam mengkaji fenomena kebahasaan dari berbagai sudut pandang. Secara praktis penelitian ini bermanfaat sebagi berikut : Pertama, deskripsi tentang teknik penciptaan asosiasi pornografi pada lagu. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi sebagi data dasar bagi penelitian lanjutan.


















BAB IV
PENELITIAN
1.      Teknik Penciptaan Asosiatif Pornografi dalam Lagu Dangdut
A.    Teknik Metafora
Untuk menciptakan makna asosiasif pornografis dalam lagu dangdut dapat pula dimanfaatkan ungkapan-ungkapan metafora. Metafora adalah analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk singkat, misalnya buaya darat, ibu pertiwi, hidung belang. Sebagai bentuk perbandingan secara langsung, tidak menggunakan kata-kata bak, bagai, bagaikan, laksana, seperti. Sebaliknya, sebagai bentuk perbandingan secara tidak langsung, menggunakan kata-kata tersebut. Dalam lagu dangdut, metafora digunakan untuk menciptakan asosiasi “yang bukan-bukan” dalam benak para pendengar.
1.        Belah Duren
Makan duren dimalam hari
Paling enak dengan kekasih
Dibelah bang dibelah
Enak bang silahkan dibelah
Reff:
Jangan lupa mengunci pintu
Nanti ada orang yang tau
Pelan-pelan dibelah
Enak bang silahkan dibelah

Semua orang pasti suka belah duren
Apalagi malam pengantin
Sampai pagi pun yo wis ben

Yang satu ini durennya luar biasa
Bisa bikin bang ga tahan
Sampai-sampai ketagihan

Kalo abang suka tinggal belah saja
Kalo abang mau tinggal bilang saja

Jangan lupa mengunci pintu
Nanti ada orang yang tau
Pelan-pelan dibelah
Enak bang silahkan dibelah

Makan duren dimalam hari
Paling enak dengan kekasih
Dibelah bang dibelah
Enak bang silahkan dibelah

Pada lagu belah duren yang dinyanyikan oleh Julia peres terdapat makna asosiatif pornografi, terdapat pada bait ke- 3:
Semua orang pasti suka belah duren
Jika dilihat dari makna yang sebenarnya “duren” adalah sejenis buah yang memiliki duri pada kulitnya dan memiliki bau buah yang khas. Sedangkan pada lirik lagu tersebut “duren” mengandung makna  asosiatif pornografi yakni “alat kelamin wanita.” Jadi pada lirik tersebut belah duren diasosiasikan sebagai berhubungan intim.
2.      Wanita Lubang Buaya
Wanita kamu harus tau
Mengapa lelaki buaya
Mau tahu jawabannya
Wanita punya lubang buaya

Wanita kamu harus bisa
Ingatkan pesan orang tua
Jangan sampai dekat buaya
Nanti kamu jadi korbannya
Reff :
Memang wanita dia punya lubang buaya
Wajar saha lelaki mau menggodanya
Memang wanita punya satu lubang buaya
Walau satu tapi itu sangat berharga

Pada lagu dangdut yang berjudul Wanita Lubang Buaya yang dinyanyikan oleh Minawati Dewi, memiliki makna asosiatif pornografi pada bait 1 :
Wanita punya lubang buaya
Pada lirik lagu “Wanita Lubang Buaya” kata “lubang” pada makna yang sebenarnya yaitu liang, lekuk di tanah dan sebagainya (KBBI). Kata “buaya” jika dilihat dari makna yang sebenarnya buaya adalah sejenis hewan reptile yang besar dan hidup di air.
Lubang buaya jika dilihat pada makna sebenarnya bisa juga berupa sebuah tempat di kawasan Pondok Gede, Jakarta yang menjadi tempat pembuangan para korban Gerakan 30 September, pada 30 September 1965.
 (id.wikipedia.org/wiki/lubang buaya).
Sedangkan jika dilihat dari makna asosiatif pornografinya, kata “lubang” dan “buaya” pada lagu “wanita lubang buaya” yaitu kata “lubang” diasosiasikan sebagai alat senggama (vagina), sedangkan kata “buaya” jika diasosiasikan sebagai laki-laki. Jadi, makna asosiatif pornografi pada lagu “wanita lubang buaya” yaitu vagina, dimana vagina ini yang digunakan oleh laki-laki untuk bersenggama.
3.      Jupe Paling Suka 69
Kau elus-elus tubuhku
Kau belai-belai rambutku
Terpejam-pejam mataku
Aduh aduh aduh nikmatnya
Duh aduh aduh asiknya
Desah indahmu menusuk kalbu

Kau elus-elus tubuhku
Kau belai-belai rambutku
Oh yes sungguh nikmatnya
Oh yes sungguh bahagia

Suka suka jupe paling suka
Kasih sayangmu luar biasa
Gairah cinta 69


Suka suka jupe paling suka
Kau buat aku tak berdaya
Gairah cinta pun membara

Halus halus halusnya selembut sutra
Irama gaya kamasutra ala india

Kau elus-elus tubuhku
Kau belai-belai rambutku
Oh yes sungguh nikmatnya
Oh yes sungguh bahagia

Suka suka jupe paling suka
Kasih sayangmu luar biasa
Gairah cinta 69

Suka suka jupe paling suka
Kau buat aku tak berdaya
Gairah cinta pun membara

Halus halus halusnya selembut sutra
Irama gaya kamasutra ala india

Pada lirik lagu Jupe Paling Suka 69 yang dinyanyikan oleh Julia Perez terdapat makna asosiasitif pornografis terdapat pada “69” jika dilihat pada makna denotatif atau makna sebenarnya “69” merupakan angka. Namun jika dilihat dari makna asosiatif pornografis “69” merupakan posisi seksual. Menurut Wikipedia “69” dalam bahasa prancis bahasa tersebut “soixate-neuf, adalah posisi seksual dimana mulut dua orang terletak didekat alat kelamin masing-masing, melakukan seks oral. Orang melakukan posisi ini berbentuk seperti “6 dan 9.” Posisi ini dapat melibatkan kombinasi jenis kelamin apapun. (id.wikipedia.org/wiki/69_posisi seks).
Dilihat dari data tersebut peneliti dapat menyimpulkan kata “69” dari pengetahuan dan pengalaman seseorang dibangun pula oleh kerangka acuan wacana. Bahasa sebagai alat ugkap makna asosiasi pornografi tidak selalu melambangkan acuan yang bersifat porno secara gamblang atau nyata dan langsung, karena dalam asosiasi pornografi justru daya fantastilah mempunyai peran yang penting untuk mencapai kesesuaian antara dunia realitas dan dunia ide. 
4.      Cucak Rowo

Kucoba coba melempar manggis
Manggis kulempar mangga kudapat
Kucoba coba melamar gadis
Gadis kulamar janda kudapat

Iki piye iki piye iki piye
Wong tuwo rabi perawan
Prawane yen bengi nangis wae
Amargo wedi karo manuke

Manuke manuke cucak rowo
Cucak rowo dowo buntute
Buntute sing akeh wulune
Yen digoyang ser-ser aduh enake


Jamane jamane jaman edan
Wong tuwo rabi perawan
Prawane yen bengi nangis wae
Amargo wedi karo manuke

Manuke manuke cucak rowo
Cucak rowo dowo buntute
Buntute sing akeh wulune
Yen digoyang ser-ser aduh enake

Pada lirik lagu “Cucak Rowo” yang dinyanyikan oleh Didi Kempot terdapat makna asosiatif pornografi yang terdapat pada bait ke 3 yaitu :
Manuke manuke cucak rowo
Cucak rowo dowo buntute
Buntute sing akeh wulune
            Pada kata “manuke manuke cucak rowo” dimana kata tersebut jika dilihat dari makna yang sebenarnya “manuk” dalam bahasa Indonesia adalah burung “cucak rowo” merupakan jenis burung. Burung yang berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 28 cm.
Mahkota (sisi atas kepala) dan penutup telinga berwarna jingga atau kuning jerami pucat, stripmalar disisi dagu dan garis kekang yang meliputi mata berwarna hitam. (id.wikipedia.org/wiki/cucak_rawa).
            Namun jika dilihat dari data diatas lirik “manuke manuke cucak rowo” memiliki makna asosiatif pornografi yang timbul dibenak pendengar, diasosiasikan sebagai alat “kelamin laki-laki”. “cucak rowo dowo buntute” berasosiasi pornografi yakni alat kelamin laki-laki (penis) yang berbentuk panjang, “buntute sing akeh wulune” yakni penis yang banyak bulu (rambut).
5.      Keong Racun
dasar kau keong racun
baru kenal eh ngajak tidur
ngomong gak sopan santun
kau anggap aku ayam kampung

kau rayu diriku, kau goda diriku, kau colek diriku
eh bukan sekali tanpa basa-basi kau ngajak hepi-hepi
eh kau tak tahu malu tanpa basa-basi kau ngajak hepi-hepi

mulut kumat kemot matanya melotot
lihat bodi semok pikiranmu jorok
mentang-mentang tokai aku diajak jablay
dasar koboi kucai ngajak cek-in dan santai

sori sori sori jack jangan remehkan aku
sori sori sori bang ku bukan cewek murahan

            pada lagu “Keong Racun” terdapat makna asosiatif pornografi, terdapat pada bait pertama.
Dasar kau keong racun
            Pada kata “keong racun” jika dilihat pada makna yang sebenarnya yaitu sejenis hewan yang memiliki cangkang yang menyerupai bekicot, habitatnya di sawah dikatakan beracun karena hewan ini jika dikonsumsi akan menimbulkan rasa pusing jika salah dalam mengolahnya. Namun pada lagu yang berjudul “Keong Racun” yang dinyanyikan oleh Putri Penelope ini memiliki makna asosiatif pornografi. Kata “keong racun” diasosiasikan sebagai laki-laki hidung belang, yaitu laki-laki yang suka melakukan hubungan intim dengan setiap perempuan.
Kau anggap aku ayam kampung
            Pada kata “ayam kampung” jika dilihat dari makna yang sebenarnya yaitu sebutan bagi ayam peliharan yang tidak ditangani dengan cara budidaya massal komersial serta tidak berasal dari galur atau ras yang dihasilkan untuk kepentingan komersial tersebut. (id.wikipedia.org/wiki/ayam_kampung)
            Kata ayam kampung pada lagu “Keong Racun” jika diasosiasikan yaitu pelacur orang yang menjual diri, wanita gampangan, wanita murahan.
6.      Kucing Garong
Kelakuan si kucing garong
Kalau lihat mangsa mengeong
Main sikat main embat
Mangsa yang lewat
Kelakuan si kucing garong
Selalu mencari sasaran
Asal lihat pepesan
Wajah bringasan
Itu sifatnta lelaki
Yang meniru kaya kucing garong
Awas harus hari-hati
Bila si kucing sedang beraksi
Yang menjadi modal andalan
Kucing tawarka uang jutaan
Apabila tak kuat imam
Bisa-bisa jadi berantakan
            Pada lagu kucing garong ini terdapat makna asosiatif pornografi, yang terdapat pada “kelakuan si kucing garong”. Kata kucing garong jika dilihat dari makna yang sebenarnya yaitu kucing yang memiliki jenis kelamin jantan, bertubuh kekar, dengan mata yang besar serta memiliki tatapan yang sangat tajam.

            kata “kucing garong” jika diasosiasikan yaitu sebagai laki-laki hidung belang, laki-laki yang suka bergunta-ganti pasangan.
            Asal lihat pepesan
            Pada lirik lagu kucing garong terdapat kata “pepesan” yang jika dilihat pada makna yang sebenarnya pepesan adalah makanan yang umumnya terbuat dari ikan, rempah-rempah, dibungkus dengan daun pisang, kemudian dikukus. Namun pada lagu kucing garong “pepesan” diasosiasikan sebagai perempuan.
7.      Wedus
Mending tuku sate timbang tuku weduse
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Mending tuku sate timbang tuku weduse
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Timbang di gejoh ora ono duite
Mending tak gawe gendakan wae
Ora usah mikir sak bendidane
Seminggu cukup sepisan wae
Mergone aku ora kuat
Yen duwe bojo wong melarat
Ra mblanjani gawene sambat
Seneng kumpul modal dengkul bondo nekat
Mending tuku sate timbang tuku weduse
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Mending tuku sate timbang tuku weduse
Mending gendakan timbang dadi bojone
Mangan sate ora mikir mburine
Ngingu wedhus ndadak mikir sukete
Timbang di gejoh ora ono duite
Mending tak gawe gendakan wae
Ora usah mikir sak bendidane
Seminggu cukup sangang juta wae
Mergone aku ora kuat
Yen duwe bojo wong melarat
Ra mblanjani gawene sambat
Seneng kumpul modal dengkul bondo nekat
Seneng kumpul modal dengkul bondo nekat
            Pada lagu “Wedus” yang dinyanyikan oleh Wiwik Sagita terdapat makna asosiasi pornografi yang terdapat pada lirik “Mending tuku sate timbang tuku weduse” atau dalam bahasa Indonesia “lebih baik membeli sate daripada membeli kambing” memiliki makna asosiatif pornografi yaitu “sate” diasosiasikan sebagai pelacur, selingkuhan. “wedus” diasosiasikan sebagai istri. Jadi, “mending tuku sate timbang tuku weduse” berasosiasi, dari pada menikah dan mempunyai istri yang nantinya harus menafkahi setiap hari, lebih baik melakukan hubungan dengan pelacur, hanya membayarnya pada saat itu saja artinya tidak setiap hari memberi nafkah.
B.     Teknik eufemisme :
Dalam bahasa Indonesia, penghalusan kata-kata tabu dapat dipakai bentuk eufemisme. Selaras dengan kebutuhan komunikasi yang semakin kompleks para penurus bahasa Indonesia sudah sedemikian terbiasa menggunakan eufeminisme yang bisa menyangkut masalah apa saja. Kecenderungan secamam ini dapat dilatar belakangi keinganan untuk ketidak terusterang dan menyembunyikan sesuatu.
Selain itu, munculnya bentuk eufenisme dapat disebabkan oleh keinginan penutur untuk menutup-nutupi atau menyembunyikan sesuatu atau keadaan yang tidak baik. Faktor lain yang dapat memunculkan bentuk eufemisme, yaitu keinginan penutur untuk menghormati lawan tutur.
1.      Mucikari
Mati-matian kau mengejar cintaku
hingga berdarah-darah kau luluhkan hatiku
tapi setelah engkau rengkuh cintaku yang begitu angkuh
sekarang aku kau biarkan aku terjamah orang lain
kau malah merasa senang heran aku heran
aku tak tahan ingin lari darimu

rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
awalnya aku dinikahi, pura-pura ku dicintai
setelah itu dipaksa ku jual diri

rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
sering engkau paksa diriku untuk melayani temanmu
bila ku menolak siksaan yang ku terima

tolonglah aku harus bagaimana
agar terlepas dari tangan durjana
aku tak tahan ingin lari darimu

rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
awalnya aku dinikahi, pura-pura ku dicintai
setelah itu dipaksa ku jual diri

rupanya kau sang mucikari, seorang yang tak punya hati
sering engkau paksa diriku untuk melayani temanmu
bila ku menolak siksaan yang ku terima

tolonglah aku harus bagaimana
agar terlepas dari tangan durjana

mati-matian kau mengejar cintaku
hingga berdarah-darah kau luluhkan hatiku
tapi setelah engkau rengkuh cintaku yang begitu angkuh
sekarang aku kau biarkan aku terjamah orang lain
kau malah merasa senang heran aku heran
aku tak tahan ingin lari darimu
     
Pada lagu “mucikari” yang dinyanyikan oleh Rimba Mustika terdapat makna asosiasi pornografi, pada lirik “rupanya kau sang mucikari”. Kata mucikari menggeser kata “germo” yakni orang yang bekerja sebagai pekerja seks komersial. Kata mucikari digunakan Karena dirasa lebih halus dari pada kata germo.
2.      Cinta Satu Malam
Walau cinta kita sementara
Aku merasa bahagia
Kalau kau kecup mesra dikeningku
Ku rasa bagai di surga
Cinta satu malam
Oh indahnya
Cinta satu malam
Buat ku melayang
Walau satu malam
Akan selaluku kenang
Dalam hidupku
Cinta satu malam
Oh indahnya
Cinta satu malam
Buatku melayang
Walau satu malam
Akan selalu ku kenang
Selama-lamanya
Sentuhanmu membuatky terlena
Aku telah terbuai mesra
Yang ku rasa hangat indahnya cinta
Hasratku kian membara
            Pada lagu “Cinta Satu Malam” yang dinyanyikan oleh Melinda ini memiliki makna asosiatif pornografi, pada lirik “cinta satu malam oh indahnya” berasosiasi hubungan badan, melakukan seks.
            Dilihat dari data tersebut jelaslah bahwa lagu “Cinta Satu Malam” ini menggunakan eufemisme, kata berhubungan badan (melakukan seks) akan lebih enak didengar, akan lebih sopan jika menggunakan kata “cinta satu malam” yang terdapat pada lirik lagu tersebut.
3.      Hamil Duluan
awalnya aku cium-ciuman
akhirnya aku peluk-pelukan
tak sadar aku dirayu setan
tak sadar aku ku kebablasan

ku hamil duluan sudah tiga bulan
gara-gara pacaran tidurnya berduaan
ku hamil duluan sudah tiga bulan
gara-gara pacaran suka gelap-gelapan
o ow aku hamil duluan
o ow sudah tiga bulan
            Lagu “Hamil Duluan” yang dinyanyikan oleh Tuty Wibowo ini memiliki makna asosiatif pornografi, terdapat pada lirik “gara-gara pacaran tidurnya berduaan” dan pada lirik “gara-gara pacaran suka gelap-gelapan”. Lirik lagu tersebut jika diasosiasikan melakukan hubungan badan, bersetubuh.
            Dillihat dari data pada lirik lagu “Hamil Duluan” ini menggunakan teknik eufemisme, kata hubungan badan dan bersitubuh, melakukan seks, telah dieufemismekan menjadi “gara-gara pacaran tidurnya berduaan”, “gara-gara pacaran suka gelap-gelapan”.



















BAB V
PENUTUP
A.      Simpulan
Dari beberapa lagu dangdut yang kami teleti dapat disimpulkan bahwa teknik penciptaan makna asosiatif pornografi pada lagu dangdut yakni teknik metafora dan eufemisme. Metafora menurut Moeliono (2008:580) yaitu pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan yang mendasarkan persamaan atau perbandingan. Eufemisme adalah  upaya  menampilkan  bentuk-bentuk  kata  yang  dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan untuk menggantikan kata-kata yang telah biasa dan dianggap kasar (Chaer, 2010:87).

B.  Saran
Bagi para masyarakat harus lebih selektif dalam memilih lagu dan lebih selektif dalam menafsirkan makna asosiatif pornografi dalam lagu. Sedangkan saran untuk para pencipta lagu agar tidak terlalu fulgar dan sensasional dalam memilih kata-kata untuk lirik lagu karena lagu dangdut dinikmati bukan untuk kalangan dewasa saja tetapi remaja dan anak-anak juga. Serta diharapkan untuk para peneliti yang lain  diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan tentang makna asosiatif pornografi dalam lagu dangdut, dengan cakupan dan presepektif yang berbeda sehingga akan diperoleh paparan yang mendalam.






DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul, 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kusrianto Adi, 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit Andi.
https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/853
https://lirik.kapanlagi.com/artis/minawati-dewi/wanita-lubang-buaya/
https://furahasekai.net/2013/03/09/one-ok-rock-69-lyrics-indonesian-translation/
https://www.facebook.com/permalink.php?id=209753262538761&story_fbid=310062989174454
http://lirik.kapanlagi.com/artis/melinda/cinta-satu-malam/